Pendakian Gunung Tambora 2014 (part 1)
Mari bercerita, merajut kenang yang baru beberapa putaran waktu
tersapa, hanya untuk diri sendiri, hanya untuk menyenangkan hati, hanya untuk
ruang dimana suara lantang tak lagi mampu beraksi ~Mae
Hobi lama yang hampir
terlupa akhirnya dilakuin juga: Naik Gunung! Dan ternyata masih tetap sama
saudara-saudara, walaupun baru saja berulang tahun yang artinya saya sudah
makin gede, tapi gaya jalan di gunung
masih aja lelet. Hahahaha… Jadi ingat si Ungu sama si Kuning, yang selalu bisa
menyelaraskan langkah. Tidak peduli ada yang koar-koar disuruh ngebut ato mengejar waktu karena
terbentur target. Seperti yang seringkali saya utarakan juga dulu, “I’m a slow
walker, not a sprinter…” *ngeles* B-)
Kali ini destinasinya
adalah Gunung Tambora, yang terletak di Kabupaten Dompu (dan Kabupaten Bima),
pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Indonesia
of course! Gunung yang sebenarnya sudah ada di pelupuk mata selama dua
tahun ini, namun baru kemarin ada keberanian untuk merencanakan pendakian
kesana—dan tentu saja mengeksekusinya. Sebagian besar bersama orang baru yang
masih belum tahu karakternya seperti apa, namun untungnya ada juga seorang saudara
lama yang cukup punya nyali untuk menyeberang tiga pulau sampai akhirnya tiba
disini dengan selamat. Makasiiii makasii makasii :-*
Memang beda yah rasanya
mendaki gunung saat masih berlabel ‘Mahasiswa’ apalagi ‘Siswa SMA’ dibandingkan
dengan ‘Pekerja’. Ekspektasi orang terlalu tinggi, sehingga kadang lembaran
demi lembaran rupiah keluar begitu saja tak terbendung, hanya untuk satu usaha
sederhana agar bisa lebih menyamankan diri sendiri. Tapi yaasudahlah, semuanya
harus disyukuri.
Kamis, 17 April 2014
Jam 5.30 sore, saya
bersama empat orang kawan yang lain plus satu orang supir mobil sewaan,
berangkat dari Dompu menuju kecamatan Pekat, tepatnya Desa Pancasila, dimana
lokasi pintu gerbang pendakian ke gunung Tambora berada. Lama waktu yang
dibutuhkan untuk kesana sekitar 4 jam perjalanan menggunakan mobil. Sebenarnya
ada juga angkutan umum macam bis kecil begitu, namun yah, lagi-lagi ini adalah
satu bentuk usaha untuk menyamankan diri. Heu… :D
Sebelum sampai di
Pancasila, kami sempat singgah dulu di Calabai untuk menjemput dua orang ranger (baca: porter) yang akan membantu
kami dalam melakukan pendakian ke puncak Tambora. Angga dan Andika (enggak
pakai Kangen Band). Akhirnya, genaplah ber tujuh dan satu orang supir lengkap
dengan segala backpack hingga carrier dan berbagai bungkus tas plastik yang
kami jejalkan secara semena-mena di setiap sudut avanza silver tersebut. Harus
muat!
Sekitar jam 9 malam kami
tiba di Pancasila (434 mdpl), desa terakhir sebagai pintu gerbang pendakian ke
Gunung Tambora. Desanya sudah sepi, sebagian warganya sudah terlelap.
Untungnya, salah seorang anggota rombongan memiliki kenalan disana, sehingga
kami mendapat tumpangan untuk menginap semalam. Yapp, kami baru berencana akan
mulai mendaki keesokan paginya.
Pak Rian dan Nyonya :) |
Jumat, 18 April 2014
Jam 7 pagi kami berangkat
ke Pos Perijinan diantar oleh 7 buah ojek. Sebagai informasi saja, untuk
perijinan ini, yang perlu membayar adalah khusus pendaki dari wilayah luar
saja. Pendaki yang asli dari Dompu atau Bima tidak perlu membayar, hanya perlu
mencatat nama. Jadi, saat itu yang membayar hanya saya, Yulia, dan satu orang tamu
agung dari seberang pulau. Sisanya merupakan warga lokal jadi tidak dikenakan
tarif. Alhamdulillah, dapat bonus. Hehe…
5 kilometer yang cukup
menegangkan menggunakan ojek ternyata, karena jalannya berupa tanah coklat yang
agak licin akibat hujan dan embun. Saya hanya bisa berpegangan erat di besi
bagian belakang sepeda motor, sambil berusaha menyelaraskan pergerakan tubuh
dengan pergeseran ban sepeda motor yang sudah mulai gundul. Setelah sekitar 15
menit berlalu, akhirnya kami sampai di Pintu Rimba (722 mdpl).
Setelah menyelesaikan
urusan administrasi dengan bapak-bapak tukang ojek, kami memulai pendakian.
Target hari ini adalah Pos 3, dan kami berencana bermalam disana.
Awalnya, saya pikir akan
sama dengan gunung-gunung yang lain dimana kami akan disambut dengan jalan yang
agak lapang, atau minimal macadam begitu. Namun ternyata saya salah. Begitu
masuk Pintu Rimba, yang ada memang benar-benar rimba. Saya langsung dihadapkan
pada kondisi hutan basah yang sangat lebat dan jalan setapak yang benar-benar
muat hanya untuk satu orang. Alang-alang dan tanaman liar seolah menghimpit
kami, ada yang sepinggang, setinggi orang dewasa, bahkan ada yang berhasil
menenggelamkan seluruh tubuh kami dalam hijau. Whaowww sajalahhh.
Dari pintu rimba ke Pos 1,
ada beberapa cabangan jalur, jadi kita harus berhati-hati, jangan sampai salah
berbelok. Untungnya saat itu Andika masih didepan saya, dan menjadi guide kami.
Petunjuk termudah yang lain adalah ikuti pipa air. Karena jalur yang dilalui
pipa air itulah jalur yang benar. Yang lain juga jalur untuk manusia sih, tapi
bukan untuk pendakian melainkan untuk warga yang berburu hewan hutan dan lain
sebagainya.
Setelah menghabiskan
waktu 2 jam dengan berjalan santai walaupun sempat ngos-ngosan, akhirnya kami sampai juga di Pos 1 yang memiliki
ketinggian 1048 mdpl. Eh, adakah yang bertanya-tanya, bagaimana saya bisa tahu
ketinggian detail lokasinya? Hehe… Itu semua karena saat itu membawa alat sakti
berupa GPSmap Garmin *mainan baru* :p. Alat itu saya gunakan untuk plotting
jalur peristirahatan pendakian. Maunya sekalian mengaktifkan mode tracking,
namun karena khawatir nanti kehabisan batrei, jadi hal itu batal saya lakukan.
Yah, minimal sudah ada plottingnya begitu ya, dan semoga bisa bermanfaat suatu
saat nanti. Oia, menambahkan sedikit, informasi ketinggian di postingan ini
bisa jadi berubah sewaktu-waktu, menyesuaikan dengan aktifitas pasang surut air
laut. Jadi, sekali lagi ini hanya perkiraan saja, dengan margin sekitar ±50
meter.
Nggaya dulu di Pos 1 :D |
Target selanjutnya adalah
Pos 2. Kami harus sampai di Pos 2 pada jam makan siang karena kami berencana
akan makan siang disana. Jalur dari Pos 1 ke Pos 2 tak kalah serunya. Lagi-lagi
hutan yang masih sangat rapat mendominasi perjalanan kami. Saya tidak berani
terlalu jauh dari teman-teman karena khawatir tersasar. Sebenarnya dari Pos 1
ke Pos 2 sebagian besar jalurnya adalah menyusuri bukit, sehingga tidak terlalu
terjal. Namun sepertinya cukup jauh juga, sehingga kami menghabiskan waktu
lebih banyak dari target yang seharusnya.
Dalam perjalanan
tersebut, pangkal paha saya mulai terasa sakit saat melangkah. Apalagi saat
kami harus melalui pohon-pohon besar yang melintangi jalur, dengan ketinggian
beranekaragam. Bahkan ada juga pohon dengan diameter kurang lebih 1 meter
sehingga kami harus memanjat untuk melalui batang pohon raksasa tersebut. Dan
saat itulah nyeri di kaki makin terasa. Saya hanya berusaha mengabaikan sakit
itu, mungkin itu salah satu bentuk protes tubuh karena sudah lama tidak diajak
naik gunung. Mungkin itu sedang adaptasi.
Sekitar jam 1 siang,
akhirnya kami sampai di Pos 2 (1268 mdpl). Pos yang disana terdapat sungai
kecil dengan air yang cukup segar. Saatnya masak-masak… :D
Cerita selanjutnya:
Pendakian Gunung Tambora 2014 (part 2)
Pendakian Gunung Tambora 2014 (part 3)
Pendakian Gunung Tambora 2014 (part 4)
Pendakian Gunung Tambora 2014 (part 5)
Cerita selanjutnya:
Pendakian Gunung Tambora 2014 (part 2)
Pendakian Gunung Tambora 2014 (part 3)
Pendakian Gunung Tambora 2014 (part 4)
Pendakian Gunung Tambora 2014 (part 5)
Wah si Mae masih suka ngedaki yah? Hebat!!! Salut aku!!!
ReplyDeletelagi mulai untuk sukak 'lagi' nih. hehehe..
Deleteasyik juga ya mendaki, kalau anak-anak diajak mendaki mulai umur berapa?
ReplyDeleteBanget mbak. Kalau anak-anak sih macam-macam yaa, saya pernah baca yang masih umur 2 ato 3 tahun juga pernah. Tapi dengan catatan orang tuanya sudah berpengalaman :)
Deletewooo Tamboraaa.. cita-cita mahasiswa galau. medannya bener2 masih alami yo Mbak.. :)
ReplyDeleteBTW 2 orang kartini nya kao tidur gimana Mbak? ada tenda sendiri opo piye?
http://masdaniblog.wordpress.com/2014/04/30/rear-wiper-mobil-mahal-bro/
Bangeeeettt.. beda ama gunung-gunung di Jawa yang jalurnya aja ada yang pake paving :D
DeleteTidur gabung sama yang lain aja, karena keterbatasan tenda. Tapi tetap udah bawa bekal sleeping bag sendiri-sendiri :)
Mantap informasinya lengkap tentang mendaki ke Gunung Tambora di Sumbawa, kalau ke gunung rinjani mampir donk !
ReplyDeleteLuar biasa !!!
ReplyDeleteJangan lupa Mampir ke Lombok buat menaklukkan Rinjani juga :)
Luar Biasa !!!
ReplyDeleteJangan lupa mampir ke Lombok untuk menaklukkan Rinjani :)
Nice info..
ReplyDeletekalau berkunjung ke Rinjani Lombok jangan lupa kontak kami :)
Terimakasih