Buat Mama dan Papa
Ini bukan yang pertama, pun bukan yang kedua atau ketiga
kalinya. Ini sudah kesekian puluh kalinya, bahkan mungkin sudah kesekian ratus
kalinya. Tapi tetap bukan merupakan sesuatu yang bisa disebut dengan ‘biasa’.
Sesekali namun pasti, aku perhatikan, sepanjang dua ratus
empat puluh enam kilometer jauhnya, aku perhatikan lekat-lekat sosok mereka,
dari belakang. Dua orang manusia yang sangat luar biasa, dengan segala
kelebihan dan kekuarangannya. Dua manusia yang menjadi alasan dan sabab musabab
kenapa aku bisa berdiri disini, saat ini.
Sempat muncul keinginan untuk menanyakan hal ini,
“bagaimana rasanya??? Bagaimana rasanya melepas anak-anakmu
pergi, untuk waktu yang bisa dibilang tidak sebentar???”
Pastinya aku tidak akan tau, karena aku belum pernah menjadi
mereka. mungkin suatu saat aku akan tau, jika aku sudah menjadi mereka. Tapi
sebagai seorang anak, aku tau rasanya.
And it’s still hard...
Dan kemarin, kejadian itu kembali terulang. Dalam waktu
tidak kurang dari tiga jam, mereka, melepas kepergian tiga orang anaknya.
Satu orang untuk kuliah di salah satu universitas di
Banjarmasin. Seperti layaknya seorang anak laki-laki yang sudah beranjak dewasa
dan mulai mencoba segala hal-hal yang baru, selalu berusaha mencari kesibukan
diluar jam kuliah, si anak tersebut jarang sekali pulang. Mungkin, dalam
kesempatan satu semester kuliah, hanya tiga kali dia menyempatkan pulang ke
rumah.
Satu orang lagi, juga seorang laki-laki, lebih kecil
daripada laki-laki yang pertama, karena peraturan di pesantren, menyebabkan si
anak tersebut hanya boleh ijin satu bulan sekali di akhir pekan, itupun hanya
untuk waktu tidak kurang dari dua puluh empat jam. Sempat pulang ke rumah???
Tidak akan mungkin. Karena jarak rumah hingga pesantren memakan waktu lima jam
perjalanan darat. Alhasil, si anak tersebut hanya bisa menunggu libur semester,
serta libur lebaran yang tak pernah lebih dari dua minggu.
Satu orang lagi, kali ini perempuan, lebih besar dari anak laki-laki
yang pertama, yang katanya sudah terbiasa dengan perpisahan, yang katanya sejak
kecil sudah jauh dari orang tuanya, yang sudah satu setengah tahun tidak
pulang, dan pada lebaran kali ini ada kesempatan itu, yang akhirnya
menghabiskan tepat lima minggu di tanah itu, telah diantarkan oleh mereka
sampai ke bandara Syamsuddin Noor dengan selamat. Hingga saat ini, si anak
tersebut sudah sampai di rumah keduanya.
Malam pertama di rumah kedua si anak perempuan, terasa
sangat berbeda. Walaupun rumah itu sudah ditinggali sejak lama, sejak si anak
belum mengenal huruf. Tapi malam itu berbeda. Sangat terasa berbeda, terlebih saat
bangun pagi ini. Tidak ada lagi suara ayahnya yang membangunkan untuk sholat
subuh. Tak ada lagi suara kicauan burung dari sarang burung wallet di sebelah
rumah. Tak ada lagi suara-suara berisik karena si kakak perempuannya
bersin-bersin sehabis mandi pagi buta untuk bersiap kerja. Tak ada. Sepi.
Kukira ini sudah jauh lebih ‘mendingan’ daripada beberapa
tahun lalu. Saat si kakak perempuan belum selesai dari perantauannya, juga.
Saat rumah mungil itu dihuni oleh hanya dua orang manusia yang sangat luar
biasa. Mungkin bisa dibilang berasa pengantin baru. Saat keempat anaknya pergi,
menunaikan kewajiban sebagai seorang penuntut ilmu, menunaikan amanah untuk
sekedar meraih hidup yang lebih baik.
Yang aku tau hal itu bukan pekerjaan yang mudah. Baik untuk
si anak maupun si orang tua. Karena biar bagaimanapun, perpisahan itu suatu hal
yang menyebalkan. Walaupun aku tau pasti kalau akhir dari hidup ini juga hanya
sebatas kata sederhana itu: perpisahan.
“itulah namanya hidup, satu persatu anakku kulepas dengan
lapang dada semata-mata lewat ridho Allah untuk yang namanya cita-cita.
Mengertilah anakku, untuk selalu jaga diri demi nama baik orang tua yang siang
malam doakan kalian agar jadi anak yang sukses. Amin…”
From: Mama^kUu
Date: 10.02.2011
Time: 3.20 PM
Type: Text Message
Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan
kawan
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang
Aku melihat air jadi rusak karena diam tertahan
Jika mengalir jadi jernih, jika tidak akan keruh menggenang
Singa jika tak tinggalkan sarang tak akan dapat mangsa
Anak panah jika tak tinggalkan busur tak akan kena sasaran
Jika matahari orbitnya tidak bergerak dan terus diam,
Tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang
Bijih emas bagaikan tanah biasa sebelum digali dari tambang
Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa jika didalam
hutan
-Imam Syafi’i-
(taken from “Negeri 5 Menara” by Ahmad Fuadi)
mungkin itu juga yang akan diucapkan oleh orang tua saya kepada saya yg sekarang sedang berpisah untuk sementara dengan mereka..
ReplyDeletesemoga kita sukses dan dapat membahagiakan keduanya. amin.
Sepertinya semua orang tua mengharapkan yang terbaik untuk anaknya, sesedih apapun sang anak merasakannya....
ReplyDeletesemoga dengan perpisahan itu, kita bisa membuat mereka merasa bangga dan tetap bisa membuat mereka tersenyum... :)
Akmal & Sam: amiiiiinnn... :)
ReplyDeleteKunjungan silaturahmi pagi hari sahabat di popcorn of my life...
ReplyDeleteTerima kasih atas berbagi artikelnya sahabat
saya juga pernah ngerasain itu, udah mulai ngerantau ke luar kota juga sejak masuk sma.
ReplyDeleteyaya hijrah itu sudah dianjurkan oleh agama kita. Mbokku selalu mendukung anaknya pada hijrah walaupun do'a yg bisa diberikan olehnya.
ReplyDeletebaca kata-kata terakhir jadi bener2 ingat film merantau :)
ReplyDeletesalah satu film terkeren yang pernah dibuat indonesia :D
hahaha
selamat merantau aja yang berani merantau~ ::)
kata2nya bagus bangeet.. dan emang mau gak mau, kita memang harus lepas dari yang namanya orang tua.siap ga siap. :)
ReplyDeleteIndahnya jadi orang tua adalah saat melihat anak2nya berhasil. TT__TT
ReplyDeletewalaupun mungkin raganya berpisah, tapi hati tetap bertautan kan..
ReplyDeletemeskipun fisik nggak ketemu, yang penting selalu konta-kontakan.
namanya fase hidup, yaa terkadang memang harus seperti itu.
kadang karena sudah menikah, makanya harus hidup terpisah.
duuh, armae.. maaaf banget yaa baru sempet mampir disini.. ketinggalan banyak cerita nih.. maaaf yaaaa >.<
hiks, hiks.. ngebaca ini jadi keinget adek ku yg baru bulan kemaren kuantar untuk memulai dunia barunya (*baca perkuliahan)
ReplyDeletebtw,, energy saving mode nya di ilangin aja mae..
menganggu orang yang baca, lagi asik2 baca eh tiba2 itam ni layar.. #Saran ^^
webmdmk: trimakasih banyak :)
ReplyDeletefiscus wannabe: weww,. berarti sama dengan si laki-laki pertama :)
baha andes: iya, dan mungkin itu juga yang melandasi apa yang diperbuat oleh orang tuaku :)
uchank: setuju banget. aku juga sukak banget sama film itu. film yang sederhana tapi sarat arti. :)
Nuel: iya. setuju banget. emang harus. tapi kadang ada beberapa yang melakukan perpisahan itu terlalu dini :)
Asop: he'em. semoga kita semua seperti itu,walopun pengorbanan yang dilakukan juga gak bisa disebut 'sederhana' :)
mas Gaphe: setuju bangettttt. iyaa gak papa. aku juga belakangan jarang main-main kesana kemari. hehe
kurt: aku baca lagi juga jadi inget momen2 yang kutulis diatas. *hiks*
mengganggu ya?? maaf yaaa.. tapi aku bingung juga gimana ngilanginnya >,<
hm... orang tua saya juga pasti lagi ngerasain hal yg sama.. dua anaknya udah pada gede dan jauh dari kota tempat tinggal bapak sama ibu saya..
ReplyDeletedem.. kok jadi kangen mereka ya.. :')
:D
DeleteKalo kangen, sms gih, atoo telpon gitu. Hihi
Hehehe.. Aq Masih merasakan hal itu, meski masih bisa Plg seminggu 2-3 hari drmh, tapi di saat sudah kembali lagi ke mess, ada yg hilang... Ga ada bau osengan bumbu saat ibu memasak, ga ada tangisan si bungsu saat diganggu kakak lainnya, dan pasti nya ga ada ketukan pintu saat aq bangun kesiangan. ---- pelajaran menuju Kedewasaan ---
ReplyDeleteHmmm.. Ya,. semoga dengan melalui semua proses ini, kedewasaan jadi bisa makin dekat dengan kita, hingga nantinya berada di genggaman kita :)
Delete