Book Review: Eleven Minutes
Judul: Eleven Minutes
Pengarang: Paulo Coelho
Tebal: 357 halaman
Tahun Terbit: 2007 (Cetakan keempat: 2011)
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Novel Eleven Minutes ini dibuka dengan sedikit pengakuan
dari seorang Paulo Coelho, yang merasa sedikit khawatir bahwa bukunya kali ini
(Eleven Minutes.red) akan sedikit
mengecewakan pembaca karena topiknya yang sedikit berbeda, lebih berani, dan
lebih mengejutkan dibandingkan novel-novelnya sebelumnya. Namun seorang penulis
yang bijak hanya akan berbicara mengenai hal-hal yang menyangkut dirinya, bukan
hanya hal-hal yang ingin didengar oleh pembaca karyanya. Karena ada buku-buku
yang membuat kita bermimpi, ada pula yang menghadapkan kita pada realitas, tapi
yang paling penting adalah kejujurannya ketika dia menulis buku.
Eleven Minutes menceritakan tentang kehidupan seorang gadis
lugu, bernama Maria. Gadis yang berasal dari pedalaman Brasil (“Brasil”, bukan “Brazil”),
yang bahkan mengira bahwa menstruasi adalah akhir dari hidupnya sehingga dia
memutuskan untuk menulis surat tentang pengakuan cintanya kepada seorang
lelaki. Maria gadis lugu, yang saat ciuman pertamanya sempat melihat burung
bangau beterbangan serta nada-nada musik dari kejauhan namun hal itu tidak
bertahan lama karena kesalahan kecil: dia tidak membuka mulutnya. Maria gadis
lugu, yang pada usia tepat tujuh belas tahun ingin sekali mengerti tentang arti
cinta dan pada saat yang sama berkeyakinan bahwa dia tak akan pernah menemukan
cinta sejati dalam hidupnya. Maria gadis lugu, yang awalnya mengira “Switzerland”
adalah nama sebuah restoran. Maria gadis lugu yang pada usianya ke sembilan
belas tahun memutuskan untuk berlibur sendiri selama satu minggu di Rio de Janeiro,
yang pada akhirnya perjalanan tersebut mengubah seluruh garis hidupnya.
Pertemuan dengan orang Swiss yang sedang mencari bakat-bakat
baru untuk menjadi ‘Bintang Brazil’ di Switzerland mengusik rasa penasaran
Maria. Pengalaman masa kecilnya yang sudah mengajarkan untuk tidak berkata ‘tidak’
pada kesempatan yang datang membuatnya berani mengambil keputusan untuk
menerima tawaran tersebut. Setelah akhirnya kembali ke rumahnya selama beberapa
jam untuk sekedar memberi tahu keluarganya tentang apa yang akan dia lakukan, dia
kemudian segera kembali ke Rio de Janeiro dan mempersiapkan penerbangannya ke
Switzerland. Ya, akhirnya dia sadar bahwa Switzerland adalah nama sebuah Negara
di Eropa, yang awalnya hanya ia ketahui gambarnya dari pelajaran geografi di sekolah.
Belum terlalu lama Maria menginjakkan kaki di Switzerland,
dia baru mengetahui kenyataan bahwa dirinya harus bekerja satu tahun penuh
untuk sekedar membeli tiket pesawat pulang. Vivian, salah seorang wanita
berkebangsaan Brasil yang penampilannya sangat menyedihkan memberi tahu
segalanya tentang apa-apa yang harus dikerjakan Maria di kelab malam: tersenyum
dan menari samba, yang bahkan pelatihnya belum pernah menginjakkan kaki di
tanah Brasil sekalipun. Tiga bulan pertama dia habiskan waktunya hanya dari
penginapan ke kelab malam, lalu ke restoran china untuk makan makanan yang
termurah, kembali ke penginapan lagi, lalu ke kelab malam lagi. Begitu seterusnya.
Hingga akhirnya dia melakukan kesalahan dengan mengambil libur dan berjalan-jalan
ke gunung di luar kota Geneva. Suatu kesalahan yang akhirnya mengantarkannya
pada pemecatan dirinya, serta luntang-lantung berusaha mencari pekerjaan
lainnya.
Dalam pencarian pekerjaan tersebut, Maria diantarkan pada
pertemuannya dengan salah seorang agen model berkebangsaan Arab yang akhirnya
berhasil merenggut keperawanannya dengan harga seribu franc, nilai yang fantastis jika dibandingkan dengan pekerjaannya
menari. Setelah bergulat dengan sisi lain dari dirinya, akhirnya keputusan itu
pun diambil: dia harus menjual diri untuk bertahan hidup, dan dengan sepenuh
kesadaran memilih untuk menjalani profesi sebagai pelacur.
Ralf Hart, seorang pelukis muda ternama masuk ke kehidupan
Maria secara tiba-tiba sebagai ‘klien istimewa’ di tempat Maria bekerja, dengan
kekuatan yang entah darimana akhirnya membuat Maria luluh dan mau melakukan
apapun yang ia perintahkan, termasuk berdiam diri di tepi jendela sebuah café serta
meminum segelas anisette untuk
sekedar menjadi model lukisannya. Ralf Hart, laki-laki yang secara tidak sadar
telah membuat Maria merasakan cinta, yang secara tidak terduga namun tetap
nyata, yang akhirnya memaksa Maria untuk mengatakan “Aku mencintaimu” lalu
ditutup dengan kalimat “Maaf, tadi aku asal bicara”. Ralf Hart, yang akhirnya
membuka mata seorang Maria akan sesuatu, bahwa persetubuhan bukan hanya penyatuan
dua fisik, melainkan penyatuan dua pikiran atau bahkan dua jiwa dimana seks
merupakan sesuatu yang sakral.
Pertemuan Maria dengan pria itu menjadi awal babak baru
baginya. Babak baru yang makin mengantarkannya pada suatu kebingungan, dan
lagi-lagi dalam kehidupan ia harus memilih yang kali ini tidak hanya sekedar ‘Ya’
atau ‘Tidak’: pulang ke Brasil dan membeli sepetak tanah untuk digunakan
sebagai ladang pertanian serta membelikan rumah bagus untuk ayah ibunya atau
mengikuti perasaanya menghabiskan kehidupan bersama pria tersebut.
Sosok Maria digambarkan dengan begitu kuat dalam novel ini. Buku
harian yang ia tulis di hampir setiap akhir bab menjadi nyawa tersendiri, yang
pada akhirnya merangkaikan alur cerita yang tidak hanya digambarkan dari sudut
pandang penulis, namun juga dari sisi seorang Maria. Pada bagian awal, hingga
separuh bagian buku, pembaca akan disuguhkan dengan kisah sederhana yang disajikan
dengan luar biasa, berlatar kehidupan Brasil dan Switzerland, dengan tidak
terlalu mendetail. Kisah yang terfokus pada tokoh utamanya membuat alur dalam
novel ini mudah dipahami, dan terkesan simpel. Namun pada bagian tengah—hingga akhir,
pembaca akan disuguhkan pada beberapa pengetahuan tentang seni melukis, sejarah
dunia prostitusi, serta seks secara sakral, yang terkesan agak ‘berat’ namun tetap
layak untuk dibaca berbagai kalangan.
Melalui buku harian Maria, penulis berusaha memainkan emosi
pembaca, dan hal itu berhasil. Para pembaca secara tidak langsung dibawa untuk
menyelami pemikiran-pemikiran seorang Maria yang lugu tapi cerdas, gemar
membaca buku serta memikirkan apa-apa yang disampaikan orang lain padanya. Hingga
suatu malam, dalam buku hariannya ada note kecil di bawah salah satu tulisannya
yang cukup menggelitik: Aku baru saja
membaca kembali tulisanku malam ini. Ya ampun! Aku jadi terlalu cerdas
sekarang!
Dari Maria aku belajar, bahwa janganlah kamu berbicara
seolah-olah kamu mengetahui segalanya. Karena jika muncul sesosok makhluk yang
memiliki keberanian sedikit lebih besar dari yang lain dan menanyakan tentang
apa yang kamu bicarakan, maka tidak lama kemudian kamu akan sadar bahwa
sebenarnya kamu tidak tahu apa-apa. Dari Maria aku belajar, bahwa terkadang
seseorang terlalu sibuk untuk membahagiakan orang lain, menjadi bangga terhadap
diri sendiri dengan membahagiakan orang lain, merasa lebih kuat dan berani
dengan membahagiakan orang lain, tanpa sekalipun bertanya tentang apa yang
sebenarnya diinginkan oleh orang yang ingin dibuatnya bahagia. Dari Maria aku
belajar, bahwa perasaan ingin memiliki sebenarnya hanya permainan dari pikiran,
maka dari itu, milikilah dia melalui pikiranmu. Itulah kebebasan yang
sesungguhnya: mempunyai hal yang paling penting di dunia, tanpa memilikinya.
Dari Maria aku belajar, bahwa kebebasan itu tetaplah terkendali. Manusia tetap
bisa berteriak saat mulutnya tersumpal kain, manusia tetap bisa bergerak bebas
saat kaki dan tangannya terikat, manusia dapat meronta hebat justru saat
tubuhnya terbelenggu, dan manusia tetap akan merasakan kenikmatan di tiap
kepedihan.
Apakah ini true story?
Entahlah, yang pasti pada bagian akhir, dituliskan bahwa sang pengarang sempat
beberapa kali mengadakan pertemuan dengan beberapa wanita penghibur di Zurich,
yang telah banyak berbagi kisah hidup hingga menjadi ilham utama bagi novel
ini. Ini novel bagus, untuk kalian para petualang cinta. Dan sepertinya tema
itu memang tidak akan habis untuk dibicarakan. Karena dengan cinta, maka
kehidupan itu ada. Jangan khawatir untuk tidak mengetahui akhir kisah Maria,
karena semua itu terpampang dengan jelas di dua lembar terakhir novel ini.
Penilaian Subjektif:
Skor: 92
Status: untuk yang masih beranggapan bahwa seks adalah bahan
pembicaraan yang tabu dan najis, ini novel untuk kalian!!!
Best quotes:
“Hidup adalah permainan yang berdesing cepat memabukkan;
hidup adalah perjuangan terjun dengan parasut; berani mengambil risiko, jatuh
dan bangkit kembali; berani mendaki hingga ke puncak; punya keinginan untuk
memaksimalkan diri, bisa merasa marah dan tidak puas saat kau gagal
melakukannya”
*dikutip dari buku
harian Maria saat malam dimana dia tak punya keberanian untuk berjalan-jalan,
atau untuk hidup*
Oh, kalo buku Paolo Coelho, tidak, terima kasih. >.<"
ReplyDeletesip banget nih,...
ReplyDeleteakhirnya siap ikutan kontesnya PakDhe ya Mbak Rie,..moga sukses ya!
Saya telah membaca dengan cermat artikel sahabat.
ReplyDeleteSaya catat sebagai peserta
Terima kasih atas partisipasi sahabat
Salam hangat dari Surabaya
ceritanya menarik.. namun sayang saya ga terlalu suka baca novel.. :(
ReplyDeleteAsop: hehe.. oke baiklah. trimakasih kembali :)
ReplyDeletembak Ketty: iya nih. ini juga ngebut gara2 sudah diingetin kemarin. ternyata deadlinenya uda deket. makasi ya mbakk :)
pak Dhe: sipp.. trimakasih pak Dhe :)
akmal: wah,. sayang sekali. tapi apa salahnya di coba, dulu juga aku gak terlalu suka novel :)
nice blog,...maaf g baca semuanya,.. :)
ReplyDeleterupanya lumayan buat menjadi teman baca di kala waktu senggang. gramedia kota ko ga ada satupun buku karya paulo coelho???
ReplyDeletebuku berat sepertinya ya,mba. hehe aq pernah ditawari temen beli yang seken, karena dia mau beres2 gudang bukunya. tapi dilihat2 sinopsisnya, akhirnya ga jadi dulu. kayaknya belum cukup umur, hehe:D
ReplyDeletesukses ngontesnya yaa ;)
armandinata: it' ok,. makasih sudah berkunjung :)
ReplyDeleteyayack: gramedia kota mana ya?? coba cari di bagian buku terjemahan, biasanya ada kok :)
ila: gak terlalu berat kok sayang,. mmmh,. kalo masalah umur sih relatif yaa. kan kedewasaan gak hanya ditentukan oleh umur seseorang :)
Buku-bukunya paulo Coelho emang bagus-bagus, meskipun terkadang bahasanya agak-agak berat. Ini, kisah yang sebenernya cukup biasa, cuman dikemas dengan penokohan dan alur yang nggak biasa yah?.
ReplyDeletebelum pernah baca sih, tapi kalo dikasih skor 92 gitu berarti sangat layak untuk dibaca :)
sipp,. betul banget mas. ceritanya simpel, cara penulisannya yang beda. dan pesan-pesan sederhana dari buku harian Maria yang sebenarnya sarat makna bisa nyampek banget.
ReplyDeletelayak baca. buat siapa ajah :)
belum baca.. dan jadi pingin baca :3
ReplyDeletepagi2buta: selamat membacaaa,. dan mari budayakan membaca :)
ReplyDeletekomplit nh reviewnya..
ReplyDeletetrimakasih banyak mbak Fanny :)
ReplyDeleteWah ini dia buku yang sebenarnya pengen ku pinjam tapi jadinya malah 5 cm (Nurut aja karena yang recommended lebih tau) #Hugs dari langit, hahaha... :)
ReplyDeleteWaaahh,aq suka ni buku2 yg menggebrak kultur *baru bli,hehe,telat bgt
ReplyDelete