Setengah Perjalanan Kedua
“Tempat kaos kaosnya mana?”
pict source |
Awalnya aku tak berniat untuk membeli satu barangpun, namun
saat melihat-lihat beberapa kaos lengan panjang dengan tulisan yang unik, kain
kaos yang halus, serta warna yang menarik, akhirnya aku memutuskan untuk
membeli sebuah kaos lengan panjang warna coklat pastel. Tulisannya apa ya? Lupa
dehh. Males ngelihat juga. Hihi :p
Begitu selesai, kami memutuskan untuk kembali ke hotel
menggunakan taxi.
“Adhi Jaya hotel pak…”, begitu yang kami sampaikan ke bapak
supirnya. Dan sepertinya tak butuh waktu lama untuk pak supirnya mengantarkan
kami hingga tempat tujuan. Tapi sepertinya ada yang aneh…
“Pak, ini, hotelnya lewat pintu belakang ya?” tanya mbak Ira
dengan tampang agak bingung. Aku juga sama bingungnya sii…
“Loh.. Ini depannya mbak. Adhi Jaya hotel kan mbak? Ya
ini…”, si bapak supir gak kalah bingung juga sepertinya.
“Iya pak, bener kok Adhi Jaya hotel. Tapi hotelnya bukan
kayak gini… Beda nih…”,
Nah lohh. Nyasar deh kita. Untungnya gak jauh dari tempat
kita berhenti, ada security yang
sepertinya menyadari kebingungan kami. Setelah bertanya pada beliau, ternyata
memang benar kami salah hotel. Adhi Jaya Hotel di Bali ada dua, Adhi Jaya Kuta,
yang kami kunjungi saat ini, serta Adhi Jaya Sunset Road yang berada di tempat
lain, yang menjadi tempat kami menginap. Yaahh,.. aku sama mbak Ira juga gak
tau kalo ternyata Adhi Jaya hotel itu ada dua. Akhirnya kami minta maaf ke
bapak supirnya dan meminta beliau untuk mengantarkan kami ke hotel yang
dimaksud.
Nyampek di hotel dengan selamat sii, tapi ongkos taxi nya
jadi dua kali lipat dari ongkos waktu berangkat. Gak papa dehh, yang penting
nyampekk. :p
Malamnya kami tidak pergi kemana-mana. Tapi aku menyempatkan
diri untuk bertemu dengan Pandu, temen SMA yang sama-sama kuliah di Malang dan
sama-sama sering naik gunung bareng juga. Dia sudah setahun lebih di Bali,
kerja disana emang. Dan selama itu pula kami gak pernah ketemu secara langsung.
Selama ini hanya kontak via sms atau telpon atau lewat jejaring sosial, namun
malam itu akhirnya kami sempat bertemu. Gak lama juga sii, cuma makan bareng di
dekat hotel, sambil ngobrol kesana kemari.
*
Sekitar jam 8 pagi kami meninggalkan Adhi Jaya Sunset Road
hotel untuk menuju ke Ngurah Rai International Airport untuk melanjutkan
perjalanan ke Dompu. Pesawat yang akan mengantarkan kami akan berangkat sekitar
pukul 10 WITA. Karena menghindari macet serta kemungkinan adanya demonstrasi,
kami memutuskan untuk berangkat lebih pagi daripada sebelumnya.
Namun ternyata keputusan kami untuk berangkat pagi salah
besar. Pesawat yang kami naiki sempat delay
satu jam lebih. Pak Alex udah mondar-mandir aja menanyakan ke petugas mengenai
keberangkatan pesawat untuk ke Bima, Kabupaten terdekat dari Dompu yang
memiliki bandar udara. Setelah melalui proses penantian yang cukup panjang,
akhirnya kami dipersilahkan masuk ke pesawat.
Hal pertama yang aku rasakan saat mengetahui tentang pesawat
yang akan mengantarkanku ke Dompu, pastinya shock.
Pesawatnya kecil bangeeeeeeeeeeeeettt. Nomor kursinya hanya sampai dua puluh.
Dan barisan untuk penumpangnya hanya empat baris, dua di sisi kanan dan dua di
sisi kiri. Baling-balingnya juga keciiil. Saking kecilnya lagi nih ya, gak
perlu pakek tangga tambahan untuk naik ke pesawat itu. Cukup dengan tangga asli
dari pesawat yang menempel di pintu keluar-masuk yang digunakan.
Begitu mesin pesawat mulai meraung, ada ketakutan besar yang
aku rasakan. Nyampek gak yaa…??? Nyampek gak ya…?? Goncangan yang aku rasakan
juga amat sangat jauh lebih terasa dibandingkan dengan perjalanan menggunakan
pesawat terbang sebelum-sebelumnya. Begitu pesawat tinggal landas, terasa betul
maneuver yang dilakukan. Pesawat
berbelok kekanan, lalu ke kiri, begitu terus berkali-kali. Sesekali aku
menengok ke arah mbak Ira yang duduk di sampingku. Ternyata dia juga
menunjukkan kecemasan dan ketakutan yang teramat sangat. Yahh,.. akhirnya yang
bisa aku lakukan hanya berdoa, sambil berusaha menikmati pemandangan Indonesia
ari ketinggian sekian ribu meter.
Pemandangan siang itu sungguh menyita perhatianku. Tak lama
setelah pesawat mencapai ketinggian yang ditentukan dan penumpang diperbolehkan
melepas sabuk pengaman, kemegahan gung Agung menyapaku. Dengan puncaknya yang
sebagian tertutup awan, seolah gunung tersebut menjadi atap dari pulau Bali yang
juga nampak indah di tengah cuaca yang agak mendung. Seketika aku juga
berpikir, jika aku beruntung, mungkin siang itu juga aku akan bisa melihat
puncak Rinjani, salah satu gunung yang, bisa dibilang merupakan impian para
pendaki di Indonesia.
Begitu melalui selat yang memisahkan pulau Bali dan pulau
Lombok, aku langsung berusaha untuk mengedarkan pandangan sejauh mungkin. Namun
yang terlihat saat itu hanya hijau, hijau, dan hijau. Semacam ada perbukitan,
namun sepertinya tak ada puncak yang terlalu tinggi yang bisa disebut dengan
gunung. Semakin lama, pesawat semakin mengarah pada bagian tengah pulau Lombok.
Aku tak tau di bagian mana letak dari Taman Nasional Gunung Rinjani berada. Aku
terus mengedarkan pandangan semampuku. Menurut perkiraanku, pesawat saat itu
sedang mengarah ke timur, dan aku berada di sisi utara pesawat. Jadi, bisa
dibilang, bagian dari pulau Lombok dari tengah hingga ke utara berada dalam
batas pengamatanku. Yah, sambil mengamati apa yang ada dihadapanku, sambil
berdoa juga, semoga pesawat ini melalui kawasan gunung Rinjani, hingga paling
tidak aku bisa melihat segara anak dari atas, juga puncak tertinggi ketiga
tanah Indonesia itu.
Tak butuh waktu lama untukku menyadari apa yang ada
dihadapanku. Kontur-kontur perbukitan semakin jelas terlihat. Berbukit-bukit
pegunungan membentuk suatu pemandangan yang sangat luar biasa, hingga
kesemuanya mengarah pada satu titik tertinggi yang terjangkau oleh penglihatanku.
Yah, menurut perkiraanku, tinggi dari puncak perbukitan itu sekiranya sama
dengan tinggi gunung agung yang aku lihat sebelumnya. Seketika itu pula serasa
ada yang membuncah di dalam hati. Entah keyakinan dari mana, tapi aku merasa
kalau yang aku lihat itu adalah puncak Rinjani, puncak Dewi Anjani yang menjadi
impian para pendaki Indonesia, surga para pendak. Tapi aku tak serta merta
yakin, ada yang harus aku buktikan lagi.
Aku paksakan mata ini untuk menjelajah seluruh batas pandang
yang hanya sepetak jendela pesawat itu. Di tengah samar kabut yang juga
menghias siang itu, perlahan namun pasti, aku melihat sekilas permukaan
berwarna hijau muda. Warna yang, mengingatkanku pada kejadian beberapa tahun
silam, saat seorang sahabat meyakinkanku kalau apa yang ada dihadapanku adalah
Ranu Kumbolo, surganya Mahameru. Yah, begitu pula yang aku rasakan saat itu,
kagum, takjub, tidak percaya, gembira, bercampur menjadi satu. Ditengah
perasaan yang sangat luar biasa itu, aku tak berani melepaskan pandanganku
barang sedetik dari permukaan berwarna hijau muda yang terlihat sangat tenang
dan teduh itu, ditengan berbukit-bukit hijau tua yang mengelilinginya. Kabut
yang samar-samar menutupi beberapa puncak tertingginya menjadi pelengkap untuk
semua pemandangan siang itu. Seketika pusing yang aku rasakan saat pesawat mulai
tinggal landas menjadi sirna, ketakutan yang sebelumnya menguasai pikiranku
mendadak hilang, digantikan oleh rasa syukur yang teramat sangat karena telah
melihat satu dari sekian banyak kekayaan dari negeri ini, lagi, satu dari
sekian banyak kekuasaan yang ditunjukkan olehNya, Sang Penguasa Hidup.
Subhanallah…
Perjalanan yang sangat luar biasa, dan aku hanya bisa
berharap bahwa pembukaan yang sangat luar biasa ini, akan menjadi pintu gerbang
untuk hal-hal yang jauh lebih luar biasa kedepannya. :D
Dengan mengucap ‘Assalamualaikum’ lalu kujawab sendiri dalam
hati—seperti yang dipesankan oleh papa, aku pijakkan kakiku ditanah Sumbawa,
Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Tak lama begitu masuk kedalam Bandar Udara
Muhammad Salahuddin, aku menangkap sesosok bapak-bapak berjaket kulit hitam
dengan postur tak terlalu tinggi membentangkan selembar kertas HVS bertuliskan:
Plan IndonesiaAlexIra ReulitaArie R
Setelah semua barang bawaan kami lengkap, kami langsung
diantar ke mobil untuk selanjutnya melakukan perjalanan lewat darat menuju
Kabupaten Dompu, yang berjarak kurang lebih satu jam perjalanan.
Welcome home, Mae….
*karena ini juga rumahku, ini juga tanahku, dan ini Indonesia* ;)
Wiw. kayaknya rameeee ya. :D
ReplyDeletepas di Bandaranya sii lumayan rame. Hehe
Deletewiw asyik ni ke bali...
ReplyDelete:)
mampir sehari doank di balinyaaaa :(
Deleteseperti dalam lirik lagu, naik kapal kecil takut goyang2 hehe..wah kk penasaran membaca kisah selanjutnya...menanti kisah2 selama di dompu...
ReplyDeleteSemoga akan banyak kisah yang bisa ku tuliskan kak Tia.. mohon doanya saja yaaa :D
Deletewuihhh pengen rasain, gimana ya naik pesawat yg isinya cuma 20 orang...hihihi
ReplyDeletetegangnya nyame makassar lho mbak^^
Pesawatnya kecil, tapi isinya gak 20 orang mbak, lebih. kan nomornya 20 tapi ada a,b,c, dan d.
DeleteTapi tetep aja sensasinya sereeeem kalo dibandingkan pesawat besar. Hihihi
aku blm pernah ngrasain naik pesawat sih... jd gak tau deh gimana takutnya kek apa. :)
ReplyDeleteDibayangin aja udah seru kayaknya. Hihihi
Deletealways proud of u
ReplyDeletewah ternyata sudah mantab nih langkahnya berkarya di Plan In, semoga menjadi titik awal menuju kesuksesan dalam mengembangkan pemikiran dan berkarya.
ReplyDeletesayangnya saya belum pernah ke Bali dan Lombok, tapi kalo ranu gumbolo sudah
iya,. dengan restu dari kedua orang tua, semoga ini langkah yg terbaik buatku untuk kedepannya pak Ies. Mohon doanya yaaa :D
Deletewidiw udah sampai disana nih ceritanya asik asik, ceritanya akan lebih menarik lagi XD
ReplyDeleteHihihi.... tunggu saja yaaaa :D
Deletesemoga betah dan sukses ya ditempat yg baru
ReplyDeleteAamiinn :D
Deleteulasan ceritanya bagus Rie, sembari berimajinasi seolah saya sendiri yang ada di ruangan berisi 20 orang dengan rangkaian keindahan alam di Indonesia belahan timur.
ReplyDeleteAlhamdulillah Rie sdh sampai di tempat dgn Selamat, salam dan sukses terucap dari kakakmu di Surabaya...
Imajinasi kadang jauh lebih indah dari apa yg terjadi sebenarnya. Jadi nikmati saja kak imajinasi itu :D
DeleteAamiin.. trimakasih kakak :)
Wah, emang susah ya kalo di tempat seperti Bali ini.. ada beberapa tempat yang memiliki nama hampir sama.. Untung aja pak sopir dan pak security nya baik dan mau menjelaskan dengan jujur.. kalo enggak?bisa berabe tuh..
ReplyDeleteHmm, kalo aku di Joger malah males beli pakaian, lebih seneng beli pernak pernik hiasan dan aksesoris aja.. kaos-nya kurang kuat sih..
Iyaaa.. Masalahnya lagi, orang orang tu lebih tau Adhi Jaya hotel yg di Kuta daripada di Sunset Road. Yahh,. jadi pelajaran tersendiri deh itu :D
DeleteWiw... Suka bagian yg memandangi gunung2 dr luar pswt. Pelan2 aku bacanya sambil berimajinasi tentangnya... Hanya tenang yg terasa :)
ReplyDeletejadi, kpn k sana? :d
Dan bayangan ingatan itu terkadang masih berseliweran di kepalaku :D
DeleteJadi.... katanya habis lebaran. piye tohhh??? :p
aku cuma bisa doain aja semoga betah & lenggeng ditempat kerja yg baru ya :)
ReplyDeleteaamiinn.. makasih mas Andy :D
Deleteterkadang kita awalnya masuk kesuatu tempat perbelanjaan tidak ada niatan beli tetapi klo udah liat2 barang2 kaya ada magnet yg menarik2 untuk segera membeli walaupun ngutang dulu ke temen #PengalamanPribadiKu.
ReplyDeletetwitter bener2 digunakan dengan semaksimal mungkin...
twittan mae jadi draf postingan #nyasar.
Hihihi.. iya nih Kak. Sepertinya aku juga begitu.
DeleteYapp,. emang kayaknya yg pas tuh di twitter. Kan gampang tuh aksesnya kalo dari hp. :D
pesawatnya kecil krn jaraknya dekat dan lokasi tujuan bukan tujuan wisata
ReplyDeleteBisa jadi. Tapi kalo bukan tujuan wisata rasanya kurang tepat. Barengan di pesawatku tuh ada juga para turis yang bawa papan selancar :D
Delete