Setengah Perjalanan Kedua

“Tempat kaos kaosnya mana?”

pict source
Itulah kalimat pertama yang ditanyakan oleh mbak Ira begitu tiba di Joger, tepat jam 4.30 WITA. Berhubung Joger ini hanya buka sampai jam 6 sore, jadi kami berdua tak membuang banyak waktu untuk melihat berbagai souvenir yang ada di bagian depan. Langsung menuju bagian belakang, akhirnya kami masuk ke ruangan khusus produk kaos khas Joger.

Awalnya aku tak berniat untuk membeli satu barangpun, namun saat melihat-lihat beberapa kaos lengan panjang dengan tulisan yang unik, kain kaos yang halus, serta warna yang menarik, akhirnya aku memutuskan untuk membeli sebuah kaos lengan panjang warna coklat pastel. Tulisannya apa ya? Lupa dehh. Males ngelihat juga. Hihi :p
Begitu selesai, kami memutuskan untuk kembali ke hotel menggunakan taxi.

“Adhi Jaya hotel pak…”, begitu yang kami sampaikan ke bapak supirnya. Dan sepertinya tak butuh waktu lama untuk pak supirnya mengantarkan kami hingga tempat tujuan. Tapi sepertinya ada yang aneh…

“Pak, ini, hotelnya lewat pintu belakang ya?” tanya mbak Ira dengan tampang agak bingung. Aku juga sama bingungnya sii…
“Loh.. Ini depannya mbak. Adhi Jaya hotel kan mbak? Ya ini…”, si bapak supir gak kalah bingung juga sepertinya.
“Iya pak, bener kok Adhi Jaya hotel. Tapi hotelnya bukan kayak gini… Beda nih…”,

Nah lohh. Nyasar deh kita. Untungnya gak jauh dari tempat kita berhenti, ada security yang sepertinya menyadari kebingungan kami. Setelah bertanya pada beliau, ternyata memang benar kami salah hotel. Adhi Jaya Hotel di Bali ada dua, Adhi Jaya Kuta, yang kami kunjungi saat ini, serta Adhi Jaya Sunset Road yang berada di tempat lain, yang menjadi tempat kami menginap. Yaahh,.. aku sama mbak Ira juga gak tau kalo ternyata Adhi Jaya hotel itu ada dua. Akhirnya kami minta maaf ke bapak supirnya dan meminta beliau untuk mengantarkan kami ke hotel yang dimaksud.

Nyampek di hotel dengan selamat sii, tapi ongkos taxi nya jadi dua kali lipat dari ongkos waktu berangkat. Gak papa dehh, yang penting nyampekk. :p

Malamnya kami tidak pergi kemana-mana. Tapi aku menyempatkan diri untuk bertemu dengan Pandu, temen SMA yang sama-sama kuliah di Malang dan sama-sama sering naik gunung bareng juga. Dia sudah setahun lebih di Bali, kerja disana emang. Dan selama itu pula kami gak pernah ketemu secara langsung. Selama ini hanya kontak via sms atau telpon atau lewat jejaring sosial, namun malam itu akhirnya kami sempat bertemu. Gak lama juga sii, cuma makan bareng di dekat hotel, sambil ngobrol kesana kemari.

*

Sekitar jam 8 pagi kami meninggalkan Adhi Jaya Sunset Road hotel untuk menuju ke Ngurah Rai International Airport untuk melanjutkan perjalanan ke Dompu. Pesawat yang akan mengantarkan kami akan berangkat sekitar pukul 10 WITA. Karena menghindari macet serta kemungkinan adanya demonstrasi, kami memutuskan untuk berangkat lebih pagi daripada sebelumnya.

Namun ternyata keputusan kami untuk berangkat pagi salah besar. Pesawat yang kami naiki sempat delay satu jam lebih. Pak Alex udah mondar-mandir aja menanyakan ke petugas mengenai keberangkatan pesawat untuk ke Bima, Kabupaten terdekat dari Dompu yang memiliki bandar udara. Setelah melalui proses penantian yang cukup panjang, akhirnya kami dipersilahkan masuk ke pesawat.

Hal pertama yang aku rasakan saat mengetahui tentang pesawat yang akan mengantarkanku ke Dompu, pastinya shock. Pesawatnya kecil bangeeeeeeeeeeeeettt. Nomor kursinya hanya sampai dua puluh. Dan barisan untuk penumpangnya hanya empat baris, dua di sisi kanan dan dua di sisi kiri. Baling-balingnya juga keciiil. Saking kecilnya lagi nih ya, gak perlu pakek tangga tambahan untuk naik ke pesawat itu. Cukup dengan tangga asli dari pesawat yang menempel di pintu keluar-masuk yang digunakan.

Begitu mesin pesawat mulai meraung, ada ketakutan besar yang aku rasakan. Nyampek gak yaa…??? Nyampek gak ya…?? Goncangan yang aku rasakan juga amat sangat jauh lebih terasa dibandingkan dengan perjalanan menggunakan pesawat terbang sebelum-sebelumnya. Begitu pesawat tinggal landas, terasa betul maneuver yang dilakukan. Pesawat berbelok kekanan, lalu ke kiri, begitu terus berkali-kali. Sesekali aku menengok ke arah mbak Ira yang duduk di sampingku. Ternyata dia juga menunjukkan kecemasan dan ketakutan yang teramat sangat. Yahh,.. akhirnya yang bisa aku lakukan hanya berdoa, sambil berusaha menikmati pemandangan Indonesia ari ketinggian sekian ribu meter.

Pemandangan siang itu sungguh menyita perhatianku. Tak lama setelah pesawat mencapai ketinggian yang ditentukan dan penumpang diperbolehkan melepas sabuk pengaman, kemegahan gung Agung menyapaku. Dengan puncaknya yang sebagian tertutup awan, seolah gunung tersebut menjadi atap dari pulau Bali yang juga nampak indah di tengah cuaca yang agak mendung. Seketika aku juga berpikir, jika aku beruntung, mungkin siang itu juga aku akan bisa melihat puncak Rinjani, salah satu gunung yang, bisa dibilang merupakan impian para pendaki di Indonesia.

Begitu melalui selat yang memisahkan pulau Bali dan pulau Lombok, aku langsung berusaha untuk mengedarkan pandangan sejauh mungkin. Namun yang terlihat saat itu hanya hijau, hijau, dan hijau. Semacam ada perbukitan, namun sepertinya tak ada puncak yang terlalu tinggi yang bisa disebut dengan gunung. Semakin lama, pesawat semakin mengarah pada bagian tengah pulau Lombok. Aku tak tau di bagian mana letak dari Taman Nasional Gunung Rinjani berada. Aku terus mengedarkan pandangan semampuku. Menurut perkiraanku, pesawat saat itu sedang mengarah ke timur, dan aku berada di sisi utara pesawat. Jadi, bisa dibilang, bagian dari pulau Lombok dari tengah hingga ke utara berada dalam batas pengamatanku. Yah, sambil mengamati apa yang ada dihadapanku, sambil berdoa juga, semoga pesawat ini melalui kawasan gunung Rinjani, hingga paling tidak aku bisa melihat segara anak dari atas, juga puncak tertinggi ketiga tanah Indonesia itu.

Tak butuh waktu lama untukku menyadari apa yang ada dihadapanku. Kontur-kontur perbukitan semakin jelas terlihat. Berbukit-bukit pegunungan membentuk suatu pemandangan yang sangat luar biasa, hingga kesemuanya mengarah pada satu titik tertinggi yang terjangkau oleh penglihatanku. Yah, menurut perkiraanku, tinggi dari puncak perbukitan itu sekiranya sama dengan tinggi gunung agung yang aku lihat sebelumnya. Seketika itu pula serasa ada yang membuncah di dalam hati. Entah keyakinan dari mana, tapi aku merasa kalau yang aku lihat itu adalah puncak Rinjani, puncak Dewi Anjani yang menjadi impian para pendaki Indonesia, surga para pendak. Tapi aku tak serta merta yakin, ada yang harus aku buktikan lagi.

Aku paksakan mata ini untuk menjelajah seluruh batas pandang yang hanya sepetak jendela pesawat itu. Di tengah samar kabut yang juga menghias siang itu, perlahan namun pasti, aku melihat sekilas permukaan berwarna hijau muda. Warna yang, mengingatkanku pada kejadian beberapa tahun silam, saat seorang sahabat meyakinkanku kalau apa yang ada dihadapanku adalah Ranu Kumbolo, surganya Mahameru. Yah, begitu pula yang aku rasakan saat itu, kagum, takjub, tidak percaya, gembira, bercampur menjadi satu. Ditengah perasaan yang sangat luar biasa itu, aku tak berani melepaskan pandanganku barang sedetik dari permukaan berwarna hijau muda yang terlihat sangat tenang dan teduh itu, ditengan berbukit-bukit hijau tua yang mengelilinginya. Kabut yang samar-samar menutupi beberapa puncak tertingginya menjadi pelengkap untuk semua pemandangan siang itu. Seketika pusing yang aku rasakan saat pesawat mulai tinggal landas menjadi sirna, ketakutan yang sebelumnya menguasai pikiranku mendadak hilang, digantikan oleh rasa syukur yang teramat sangat karena telah melihat satu dari sekian banyak kekayaan dari negeri ini, lagi, satu dari sekian banyak kekuasaan yang ditunjukkan olehNya, Sang Penguasa Hidup. Subhanallah…

Perjalanan yang sangat luar biasa, dan aku hanya bisa berharap bahwa pembukaan yang sangat luar biasa ini, akan menjadi pintu gerbang untuk hal-hal yang jauh lebih luar biasa kedepannya. :D

Dengan mengucap ‘Assalamualaikum’ lalu kujawab sendiri dalam hati—seperti yang dipesankan oleh papa, aku pijakkan kakiku ditanah Sumbawa, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Tak lama begitu masuk kedalam Bandar Udara Muhammad Salahuddin, aku menangkap sesosok bapak-bapak berjaket kulit hitam dengan postur tak terlalu tinggi membentangkan selembar kertas HVS bertuliskan:
Plan Indonesia
Alex
Ira Reulita
Arie R

Setelah semua barang bawaan kami lengkap, kami langsung diantar ke mobil untuk selanjutnya melakukan perjalanan lewat darat menuju Kabupaten Dompu, yang berjarak kurang lebih satu jam perjalanan.

Welcome home, Mae…. *karena ini juga rumahku, ini juga tanahku, dan ini Indonesia* ;)

Comments

  1. Replies
    1. pas di Bandaranya sii lumayan rame. Hehe

      Delete
  2. seperti dalam lirik lagu, naik kapal kecil takut goyang2 hehe..wah kk penasaran membaca kisah selanjutnya...menanti kisah2 selama di dompu...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga akan banyak kisah yang bisa ku tuliskan kak Tia.. mohon doanya saja yaaa :D

      Delete
  3. wuihhh pengen rasain, gimana ya naik pesawat yg isinya cuma 20 orang...hihihi
    tegangnya nyame makassar lho mbak^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pesawatnya kecil, tapi isinya gak 20 orang mbak, lebih. kan nomornya 20 tapi ada a,b,c, dan d.
      Tapi tetep aja sensasinya sereeeem kalo dibandingkan pesawat besar. Hihihi

      Delete
  4. aku blm pernah ngrasain naik pesawat sih... jd gak tau deh gimana takutnya kek apa. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dibayangin aja udah seru kayaknya. Hihihi

      Delete
  5. always proud of u

    ReplyDelete
  6. wah ternyata sudah mantab nih langkahnya berkarya di Plan In, semoga menjadi titik awal menuju kesuksesan dalam mengembangkan pemikiran dan berkarya.
    sayangnya saya belum pernah ke Bali dan Lombok, tapi kalo ranu gumbolo sudah

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya,. dengan restu dari kedua orang tua, semoga ini langkah yg terbaik buatku untuk kedepannya pak Ies. Mohon doanya yaaa :D

      Delete
  7. widiw udah sampai disana nih ceritanya asik asik, ceritanya akan lebih menarik lagi XD

    ReplyDelete
  8. semoga betah dan sukses ya ditempat yg baru

    ReplyDelete
  9. ulasan ceritanya bagus Rie, sembari berimajinasi seolah saya sendiri yang ada di ruangan berisi 20 orang dengan rangkaian keindahan alam di Indonesia belahan timur.
    Alhamdulillah Rie sdh sampai di tempat dgn Selamat, salam dan sukses terucap dari kakakmu di Surabaya...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Imajinasi kadang jauh lebih indah dari apa yg terjadi sebenarnya. Jadi nikmati saja kak imajinasi itu :D
      Aamiin.. trimakasih kakak :)

      Delete
  10. Wah, emang susah ya kalo di tempat seperti Bali ini.. ada beberapa tempat yang memiliki nama hampir sama.. Untung aja pak sopir dan pak security nya baik dan mau menjelaskan dengan jujur.. kalo enggak?bisa berabe tuh..

    Hmm, kalo aku di Joger malah males beli pakaian, lebih seneng beli pernak pernik hiasan dan aksesoris aja.. kaos-nya kurang kuat sih..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaaa.. Masalahnya lagi, orang orang tu lebih tau Adhi Jaya hotel yg di Kuta daripada di Sunset Road. Yahh,. jadi pelajaran tersendiri deh itu :D

      Delete
  11. Wiw... Suka bagian yg memandangi gunung2 dr luar pswt. Pelan2 aku bacanya sambil berimajinasi tentangnya... Hanya tenang yg terasa :)

    jadi, kpn k sana? :d

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dan bayangan ingatan itu terkadang masih berseliweran di kepalaku :D

      Jadi.... katanya habis lebaran. piye tohhh??? :p

      Delete
  12. aku cuma bisa doain aja semoga betah & lenggeng ditempat kerja yg baru ya :)

    ReplyDelete
  13. terkadang kita awalnya masuk kesuatu tempat perbelanjaan tidak ada niatan beli tetapi klo udah liat2 barang2 kaya ada magnet yg menarik2 untuk segera membeli walaupun ngutang dulu ke temen #PengalamanPribadiKu.
    twitter bener2 digunakan dengan semaksimal mungkin...
    twittan mae jadi draf postingan #nyasar.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihihi.. iya nih Kak. Sepertinya aku juga begitu.

      Yapp,. emang kayaknya yg pas tuh di twitter. Kan gampang tuh aksesnya kalo dari hp. :D

      Delete
  14. pesawatnya kecil krn jaraknya dekat dan lokasi tujuan bukan tujuan wisata

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bisa jadi. Tapi kalo bukan tujuan wisata rasanya kurang tepat. Barengan di pesawatku tuh ada juga para turis yang bawa papan selancar :D

      Delete

Post a Comment

Speak Up...!!! :D

Popular Posts