"aku bertanya apa artinya sikap normal?"
Javits menoleh pada salah satu "temannya".
"apa artinya sikap normal?"
"apa suara hatimu membuatmu gelisah? apa kau melakukan sesuatu yang seharusnya tidak kau lakukan?"
Javits jelas sudah menanyakan pertanyaan yang salah pada orang yang salah. temannya pasti menduga ia sedang menyesali kehidupannya dan ingin mulai dari awal lagi, tapi masalahnya sama sekali bukan itu. sekalipun Javits memiliki penyesalan, sudah terlambat untuk mulai dari awal; ia tahu aturan mainnya.
"aku bertanya apa artinya sikap normal?"
salah satu "temannya" tampak terperangah. yang satunya lagi terus mengamati suasana tenda, melihat orang-orang yang datang dan pergi.
Javits mengeluarkan daftar di sakunya dan meletakkannya di meja.
"aku selalu membawa daftar ini bersamaku dan menambahkannya setiap waktu."
si "teman" mengaku tidak bisa membaca daftar itu sekarang karena harus terus waspada pada apa yang terjadi di sekeliling mereka. namun pria yang satunya lagi, yang lebih rileks dan percaya diri, membaca daftar tersebut keras-keras:
- normal berarti hal apapun yang membuat kita lupa siapa kita dan apa yang kita inginkan; dengan begitu kita bisa bekerja untuk menghasilkan uang dan lebih banyak uang
- menetapkan aturan-aturan untuk berperan (konvensi Jenewa)
- menghabiskan bertahun-tahun untuk kuliah hanya untuk jadi pengangguran pada akhirnya
- bekerja dari jam sembilan sampai jam lima setiap hari, melakukan pekerjaan yang sama sekali tidak mendatangkan kepuasan, hanya supaya kau bisa pensiun setelah tiga puluh tahun
- pensiun dan sadar kau tidak punya energi lagi untuk menikmati hidup, lalu beberapa tahun kemudian meninggal karena bosan
- menggunakan botox
- percaya bahwa kekuasaan lebih penting daripada uang dan uang lebih penting daripada kebahagiaan
- mengejek orang yang lebih mencari kebahagiaan ketimbang uang dan menuduh mereka "tidak punya ambisi"
- membandingkan objek seperti mobil, rumah, dan pakaian, lalu merumuskan arti hidup sesuai pembandingan tersebut, bukannya berusaha mencari tujuan sejati hidup ini
- tak pernah bicara dengan orang asing. menceritakan hal-hal buruk tentang para tetangga
- percaya bahwa orang tuamu selalu benar
- menikah, punya anak, dan mempertahankan pernikahan sekalipun cinta sudah lama mati dengan berdalih ini demi anak-anak (yang rupanya tuli terhadap pertengkaran yang sering terjadi)
- mengkritik semua orang yang berusaha jadi berbeda
- setiap hari terbangun setelah mendengar bunyi nyaring jam weker di meja samping tempat tidur
- mempercayai segala hal yang ada di media cetak
- memakai sepotong kain berwarna yang disebut "dasi" disekeliling lehermu sekalipun benda itu tidak memiliki fungsi
- tak pernah bertanya langsung ke tujuan, sekalipun lawan bicara bisa menebak apa yang ingin kau ketahui
- tetap tersenyum sekalipun tangismu hampir meluap. merasa kasihan pada orang-orang yang menunjukkan perasaan mereka
- percaya bahwa karya seni bisa sangat berharga atau tidak berharga sama sekali
- membenci segala sesuatu yang bisa diraih dengan gampang, karena jika tidak ada pengorbanan pasti hal itu tidak layak dimiliki
- mengikuti tren fashion sekalipun tren itu konyol atau tidak nyaman
- percaya bahwa semua orang terkenal pasti punya tabungan dalam jumlah luar biasa besar
- menginvestasikan banyak waktu dan uang untuk kecantikan luar, sama sekali tidak peduli dengan kecantikan batin
- menggunakan segala cara untuk menunjukkan bahwa sekalipun kau manusia biasa, kau jauh melebihi manusia lain
- tidak pernah melakukan kontak mata dengan siapapun dalam kendaraan umum, takut kalau itu diartikan sebagai isyarat rayuan
- berdiri menghalangi pintu dalam lift sambil berlagak seakan kau satu-satunya orang di situ sekalipun lift itu penuh sesak
- tak pernah tertawa terlalu keras di restoran sekalipun leluconnya sangat lucu
- di belahan bumi utara, selalu berpakaian sesuai musim: kaus tak berlengan saat musim semi (sedingin apapun udaranga), dan jaket woll saat musim gugur (sepanas apapun udaranya)
- dibelahan bumi selatan, mendekorasi pohon natal dengan salju palsu sekalipun musim dingin sama sekali tidak ada hubungannya dengan kelahiran Kristus
- ketika tumbuh dewasa, beranggapan bahwa kaulah makhluk paling bijaksana di seluruh dunia, sekalipun kau belum hidup cukup lama untuk mengetahui mana yang benar dan mana yang salah
- menghadiri pesta minum teh untuk penggalangan dana sosial dan beranggapan kau sudah ikut berperan serta menanggulangi ketimpangan sosial di dunia ini
- makan tiga kali sehari sekalipun kau tidak lapar
- menganggap orang lain selalu lebih baik ketimbang dirimu--lebih keren, lebih mampu, lebih kaya, lebih cerdas--dan tidak berani melawan keterbatasanmu karena menganggap hal itu berbahaya, jadi lebih baik tidak melakukan apa-apa
- menggunakan mobilmu sebagai senjata dan tameng yang tidak bisa ditembus
- mengucapkan kata-kata kotor saat sedang macet total
- beranggapan bahwa segala perbuatan salah anakmu adalah akibat pengaruh teman-temannya
- menikahi orang pertama yang bisa menawarkan posisi sosial yang layak. cinta bisa menunggu
- selalu berkata "aku sudah mencoba" padahal sebenarnya kau tidak mencoba sama sekali
- menunda-nunda melakukan hal-hal yang benar-benar menarik dalam hidup sampai kau tidak lagi punya energi untuk melakukannya
- menghindari depresi dengan menonton TV berjam-jam setiap hari
- yakin benar terhadap apapun yang sudah kau raih
- berasumsi bahwa wanita tidak tertarik dengan sepak bola dan pria tidak tertarik dengan penataan rumah dan memasak
- menyalahkan pemerintah untuk semua hal buruk yang terjadi
- mengira bahwa menjadi orang baik, bermoral, dan terhormat hanya akan membuat orang lain menganggapmu lemah, rapuh, dan mudah dimanipulasi
- menganggap sikap kasar dan senang menyerang sebagai tanda "kepribadian yang kuat"
- takut menjalani endoskopi (kalau kau pria) dan takut melahirkan (kalau kau wanita
si "teman" tertawa.
"kau harus membuat film dengan topik itu," kata si teman.
"ini lagi," pikir Javits. "mereka tidak paham. mereka bersamaku setiap waktu, tapi masih tidak paham apa pekerjaanku. aku tidak membuat film."
tulisan diatas aku ambil dari salah satu buku karya Paulo Coelho, yang berjudul The Winner Stands Alone, halaman 78-82. aku belum selesai membacanya. jadi aku tidak akan mengulasnya kali ini. hanya saja, aku sangat tertarik pada bagian yang sudah aku tuliskan di atas.
aku ceritakan sedikit. Javits, adalah seorang pengusaha, milyarder, atau apalah itu istilahnya, pendistributor film di lebih dari limaratus bioskop di Amerika Serikat, serta lima ribu bioskop di negara yang lain. pekerjaannya mudah, hanya menerima film dari produser, lalu menontonnya sendiri. lima menit pertama pemutaran film tersebut akan menentukan segalanya. jika ia menyukainya, maka film itu akan ditonton sampai habis, lalu pastinya membuat kontrak kerja dengan produser pemilik film, untuk selanjutnya didistribusikan ke bioskop. jika tidak, maka film itu hanya akan ditonton pada lima menit pertama. selebihnya, tinggal menghubungi produser film dan menentukan waktu dan tempat pertemuan. entah untuk menandatangani kontrak juga, atau sekedar mengembalikan film yang baru ditontonnya. hanya begitu pekerjaannya, yang setelah berpuluh-puluh tahun akhirnya dapat mengantarkannya ke posisi Superclass, tanpa perlu memperhatikan segala tetek bengek agar bisa dipandang orang lain sebagai superclass pastinya.
tidak dijelaskan secara eksplisit di buku ini mengapa salah satu tokoh fiktif didalamnya terobsesi untuk hidup 'tidak normal'. tapi menurutku, ini erat kaitannya dengan zona nyaman yang sudah ia ciptakan, yang aku percaya sepenuhnya tidak dibangun hanya dalam satu atau dua hari. ia mungkin terkadang iri, dengan orang lain yang bisa bersikap semaunya, berpola pikir seenaknya, berpakaian sesuka hatinya, dan lain sebagainya, tanpa harus mempertimbangkan orang-orang disekitarnya. hingga setiap kali ia bertemu dengan orang-orang semacam itu, ia menuliskan tentang 'arti sikap normal' yang catatannya selalu ia bawa kemanapun. dan, pada bagian dari buku yang ku kutip diatas, Javits lagi-lagi bertemu dengan seseorang yang bersikap 'tidak normal', yakni seorang pria yang sedang mengunjungi festival film dengan jas dan celana necis (tanpa dasi) namun mengenakan kaca mata hitam, tanpa ada seorangpun disekelilingnya (sedangkan pada umumnya dalam festival, sendiri berarti kamu tidak punya teman dan tidak terkenal!!!), sambil menikmati jus mangga yang ada dihadapannya.
aku gak pengen bahas buku itu lebih banyak *sepertinya, aku sudah pernah menuliskan ini sebelumnya ya...*, tapi aku tertarik pada empat puluh enam poin kriteria 'sikap normal' menurut Javits. well,.. disadari atau tidak, saat membaca poin-poin tersebut, aku merasa ada beberapa hal yang pernah, atau bahkan sering aku lakukan. dan ini bisa mengartikan kalau aku, sebagian besar dari diriku bersikap normal. tapi taukah kau? aku tidak puas hanya bersikap normal layaknya orang lain. dan aku percaya, kalianpun juga begitu. atau dengan kata lain, aku ingin menjadi seseorang yang tidak normal. tidak normal dalam hal yang baik pastinya. kalau dalam bahasa inggris, sering kita dengar kata 'ordinary life story', maka ketidak normalan yang baik dari hal itu adalah 'EXTRAordinary life story'. tapi pastinya tidak mentok pada ke-empat puluh enam hal tersebut, karena poin-poin tersebut tidak lebih dari pemikiran seorang Paulo Coelho yang menjelma menjadi sosok Javits dalam bukunya.
so,. apakah kalian juga memiliki sikap yang 'normal-normal saja'...??? sudah puaskan kalian dengan sikap-sikap tersebut....???
wah lengkap maknanya mbak, memang seorang bloogers harus erat hubungannya dengan membaca :D
ReplyDeletesalam persohiblogan ^_^
setiap orang mempunyai masalahnya... dan hendaknya menemukan garahnya
ReplyDeleteah, disitulah menurut saya seseorang bisa menjadi tidak normal menurut versi orang lain :)
*just what I though
kadang-kadang bersikap ngga normal juga perlu kow..
ReplyDeletehehehe *apa maksudnya??*
saya jg bingung..
tetep jadi diri sendiri aja dengan begitu kita bakal bersikap normal versi kita dan orang lain berhak untuk tidak setuju :)
tetap semangat
kalau saya pribadi sudah puas dengan kenormalan versi saya.. apa adanya :)
diatas normal? hmhmm.. panjang bener ceritanya hehe.. :)
ReplyDeleteterkadang memang perlu menjadi seseorang yang Ab-normal... tapi yang jelas saya menolak menjadi paranormal...
ReplyDeletelanjut jeng nulisnya...
menghabiskan bertahun-tahun untuk kuliah hanya untuk jadi pengangguran pada akhirnya
ReplyDeletebekerja dari jam sembilan sampai jam lima setiap hari, melakukan pekerjaan yang sama sekali tidak mendatangkan kepuasan, hanya supaya kau bisa pensiun setelah tiga puluh tahun
hmmmmm.....
sudah tiga blog mereview buku ini tapi ulasan sampean lebih lengkap. Cuman yang no 32 kok rasanya dipaksakan ya Mbak, nggak laper tetep di suruh makan 3 kali sehari.
ReplyDeleteCoba seandainya makanlah jika merasa lapar dan berhentilah sebelum kekenyangan
Pengen belajar banyak dari Nulis kyk gini dari si mbak :D.
ReplyDeletenormal itu seperti tidak ada apa-apa tapi malah banyak sesuatu di dalam nya .
ReplyDeletehai teteh baru sempet blogwalking lagi nih ^^v
mengkritik semua orang yang berusaha jadi berbeda
ReplyDeletememakai sepotong kain berwarna yang disebut "dasi" disekeliling lehermu sekalipun benda itu tidak memiliki fungsi
mengikuti tren fashion sekalipun tren itu konyol atau tidak nyaman
hahahaha...
saya tertawa sendiri baca ke 46 poin ini.
kira kira bagaimana jadinya ya... jika bertindak diluar 46 poin tadi. ?
apa kita masih disebut normal?
ketika berbeda dari yang kebanyakan, apakah masih disebut normal. #mikir sendiri.
bagaimana jadinya yah, jika kebanyakan orang suka pakai dasi di kepala sedang kita suka pakai di leher. kira kira yang normal siapa yah.??
orang kebanyakan atau kita.. ?
hehehehe..
salam
aduuh komenku yang panjang ilag.. hiihh #sebel.
ReplyDeleteyaa normal bagi sebagian orang belum tentu normal bagi sebagian yang lain. gitu pula sebaliknya.. mungkin dianggap nggak wajar, tapi dalam kondisi tertentu itulah yang wajar.
kalo kata einstein - itu namanya relativitas.
jadi, lakukan apa yang normal menurut kamu, setidaknya kalo dianggap nggak normal.. yaa masih normal karena sesuai diri sendiri deskripsinya. *ah mbulet
wah saya baru baca ke 46 pointnya baik-baik dan seksama..
ReplyDeletemasih agak bingung sih.tapi bersikap normal mana yang akan kita pilih ?
hidup realistis dan tetap di jalan-Nya kali yak..
#ehm sotoy deh
semuanya relatif. semuanya kembali ke pribadi kita masing-masing. yang penting hal tersebut tetap bisa mengantarkan kita pada kenyamanan..
ReplyDeletetrimakasih buat komentar dari teman teman di postingan ini:)
hhmmm... sulit juga mendefinisikan sikap normal itu... sesulit mendefinisikan kata "persahabatan", karena apa yang kita anggap normal belum tentu normal bagi orang lain.
ReplyDeletetapi bagiku normal itu ketika kita berusaha menjadi yang terbaik dari apa yang ada pada diri kita sekarang ini di mana pun dan kapan pun... :)
Eh...pas bagian ini aku jg punya 'jeda' baca cukup lama untuk merenung lho Ma :)
ReplyDeleteKunjungan balik nih, tetap semangat bacanya ya. Chayooo he he