Melarut Ingatan, Mengukir Kenangan

picture source
Buah salak yang sudah busuk separuhnya tergeletak begitu saja diatas meja makan. Baru terlihat oleh mata sesaat setelah piring-piring dan gelas kotor saling beradu karena telah menyelesaikan tugasnya dengan baik. Tak lama, Ia pun membuka suara, masih dalam kondisi punggung yang menyandar, menikmati berkas sinar matahari yang beranjak meninggi. Angin siang itu tak terlalu kencang, cukup untuk membuat dua kepala dibawah atap sederhana itu merasakan kenyamanan...

"Dek, ada sapu lidi gak? Coba ambilkan dua buah..."

Segera aku bergerak ke kamar terdekat, mengambil dua buah lidi yang menurutku cukup kuat dan panjang, satu berwarna merah, sedang yang lain berwarna hijau.

Sementara buah salak busuk sudah terkupas kulitnya, terbuang dagingnya, tercuci bersih bijinya, dan sekarang hanya tinggal tiga buah biji salak berukuran sedang berbaris telanjang di atas meja kaca, salah satunya agak menjauh.

"Butuh tali rafia?"
"Nggak usah, karet ini saja sudah cukup rasanya..."

Lalu aku menyamankan diri, sedikit serong didepannya, di kursi terdekat, hingga kepalaku menyandar pada jeruji besi jendela. Lama aku memperhatikan, dia memotong lidi, merangkainya menjadi satu bentuk yang sudah ada dipikiranku namun belum pernah aku saksikan wujudnya dalam nyata. Tangannya bergerak-gerak, memutar karet gelang dengan sangat lincah. Menggabungkan ujung yang satu dengan satunya, mengikat ujung yang lainnya, menggeser sedikit, mengeratkan ikatan, dan terakhir menancapkan dua buah biji salak di kedua ujung kaki rangkaian lidi tersebut. Persis seperti yang kubanyangkan, membentuk sebuah huruf A sempurna, dengan tambahan garis vertikal ditengahnya. 

Namun hal yang tak pernah mampu kubayangkan sebelumnya, baru akan terjadi sejurus kemudian. Aku berdiri menghadapnya, dia pun berdiri menghadapku. Angin masih bertiup, sejuk...

Dia gunakan dua buah tangannya untuk memegang kedua sisi huruf A yang berukuran cukup besar itu, sangat berhati-hati, seolah itu adalah mahakarya luar biasa dari seorang pengrajin ternama. Kutengadahkan tangan kananku, telapaknya mengarah ke langit-langit ruang dimana aku berpijak. Perlahan, dia letakkan ujung bagian bawah garis vertikal yang membelah huruf A itu menjadi dua bagian sama rata diatas ujung jari tengahku.

Sedetik kemudian ia melepaskan tangannya dari benda unik tersebut, kemudian membalikkan tubuhnya dan pergi menjauh. Sekilas, aku melihat senyuman tergambar di wajahnya.

"Begitukah, yang terjadi tempo hari...?"

Tak ada jawaban, tapi aku tau, dia sedang larut dalam ingatan. Nikmatilah, sayang... :)

Comments

  1. bingung komen apa, semacam kennagan yg muncul saat membeli salak?

    ReplyDelete

Post a Comment

Speak Up...!!! :D

Popular Posts