Perjalanan Panjang

Halooooo blogsphere… Apa kabar semuaa??? Aarrrrghh,. Sumpah beneran kangen banget deh sayaa. Dua minggu lebih tidak beraktifitas di dunia blogging sama sekali, kecuali postingan singkat pas lebaran kemarin. Itupun nulisnya waktu offline dan di publish saat ada kesempatan numpang laptop dan modem adek. Selebihnya??? Nol besarrr. Cuma nyimak beberapa tulisan dari teman lewat si opera mini, atau baca-baca komen di postingan-postingan sebelumnya. Terimakasih yaaaaaaa buat kamu kamu semua para sohiblogger yang sudah bersedia main ke popcorn yang sudah mulai berdebu dan dipenuhi sarang laba-laba inii… Cuma bisa kasih ini doank ~> :-* :-* :-* :-* :-* :-* :-* Nyiahahha.. #skippp

Dua minggu lebih yang cukup panjang. Pastinya sudah banyak cerita yang ingin sekali saya bagi dengan sohiblogger—juga beberapa cerita yang lebih ingin saya nikmati sendiri. Tapi satu persatu saja yahh, dan untuk saat ini, saya ingin bercerita tentang awal perjalanan saya selama dua minggu ini. Cerita pembuka, yang insyaAllah akan berlanjut ke cerita-cerita lainnya, entah sampai berapa episode. Selamat menyimak… :D

Bulan Agustus 2012, menjadi salah satu motivasi kerja tersendiri untuk saya dan si Ulil. Semenjak awal bekerja dan mendapat kalender dari kantor, kami berdua sudah merancang rencana untuk mudik. Episode pertama, pastinya mudik lebaran yang jatuh pada bulan Agustus ini. Beberapa lingkaran dibuat di beberapa hari sekitar tanggal berwarna merah, menjadi konsern kami beberapa waktu belakangan ini. Hingga akhirnya hari itu tiba juga. Ya, 9 Agustus 2012, saya bersama om Joe, mengantarkan Ulil ke terminal Ginte, Dompu, NTB. Ulil saja??? Yapp,. Anda benar, karena saya baru akan memulai perjalanan keesokan harinya. Tanggal 10. Naik motor. Sama om Joe. Dompu-Mataram. Whowww… *silakan kaget :))

Sebenarnya, rencana untuk touring ini agak dadakan—walaupun keinginan saya untuk melakukan perjalanan menggunakan sepeda motor sudah sejak lama, karena sejak awal saya berniat naik bus menuju Mataram (dengan jarak tempuh dua belas jam perjalanan darat dan laut) untuk kemudian melanjutkan perjalanan menggunakan pesawat menuju kota pahlawan. Tapi dalam satu kesempatan main bareng, om Joe bilang kalau tanggal 10 juga akan ke Mataram, karena satu dan lain hal. Naik apa? Motor pastinya. Begitu mendengarnya, seketika muncul ide gila,

“Ikut Om…!!!”

Yeah,. Inilah yang secara tiba-tiba terlontar, yang ternyata tidak hanya sekedar celetukan. Jadilah sore hari, tanggal 10 Agustus 2012, lengkap dengan jaket dan celana gunung, sepatu sneakers, slayer, sarung tangan, ransel, dan lain sebagainya, saya menunggu didepan kantor Plan Dompu untuk bersiap berangkat. Barang bawaan saya? Sudah lebih dulu ada di rumah om Joe, dan sekitar pukul 3.51PM, kami berangkat. Bismillah…

Nangatumpu merupakan salah satu desa di Kecamatan Manggelewa Kabupaten Dompu. Suatu desa yang berbatasan dengan laut utara pulau Sumbawa, yang juga termasuk kedalam wilayah dampingan Plan. Beberapa kali mendengar cerita dari kawan-kawan disini kalau didesa tersebut merupakan spot yang sangat tepat untuk melihat sunset dan jingga membuat saya begitu berkeinginan kesana. Sebelumnya sudah pernah melewatinya saat perjalanan ke Mataram tempo hari, namun karena menggunakan bus, jadi tidak ada kesempatan untuk bisa menikmati pemandangan disana. Hingga akhirnya datanglah kesempatan ini.

Tidak lebih dari satu jam perjalanan, jalan mulai berliku berbelok belok naik turun bukit, hingga akhirnya sampai juga kami berdua di tebing yang berbatasan dengan laut. Well, ternyata tidak salah apa yang kawan-kawan di kantor sampaikan, Nangatumpu memang keren!!!


Namun sayang, pada saat itu kami terlalu cepat sampai dan ternyata matahari masih terlalu tinggi. Daripada menunggu hingga matahari tenggelam, om Joe lebih memilih untuk terus jalan sambil menikmati jingga di perjalanan, dan mengejar waktu berbuka puasa di perbatasan Dompu-Sumbawa. Maklumlah, jalan yang kami lalui merupakan perbukitan, hutan-hutan, pesisir, dan semacamnya. Perkampungan penduduk hanya bisa ditemui di beberapa tempat tertentu, dan jika salah perhitungan, bisa-bisa terlalu lama menunda waktu berbuka puasa. Bukankah itu tidak baik…? Hingga pada akhirnya, sampailah kami di perbatasan, tepat waktu. Bersamaan dengan itu, ada pula beberapa rombongan yang juga singgah, sekedar meneguk air untuk membatalkan puasa. Sedang saya dan om Joe memilih untuk makan mie instan sebagai pengganjal sementara. Nanti di Sumbawa ada tempat makan enak katanya. Saya yang saat itu sedang tidak berpuasa, setuju-setuju saja dengan usulan tersebut. Okelahhh… :D

Perjalanan kembali di lanjutkan. Sudah mulai malam, dan rasa kantuk mulai sedikit melanda. Yeah, semalam sebelumnya saya kurang tidur, ditambah seharian #fridaymeeting di kantor dengan bahasan yang sangat panjang dan lama, makin cucok dehh bikin ngantuk. Namun untungnya jalanan yang agak ramai cukup membantu saya untuk tetap terjaga. Hingga setelah satu jam perjalanan semenjak di perbatasan, ban sepeda motor kami kempos. Yakk,. Saatnya untuk berisitrahat. Beruntungnya, tak jauh dari tempat kami menyadari masalah itu, ada tukang tambal ban. Alhamdulillah…:D

Sebenarnya punggung butuh diluruskan, tapi apa mau dikata, ditempat tambal ban hanya ada kursi panjang kecil tempat kami duduk sambil menunggu ban motor di perbaiki. Yahh, tak apalah. Setidaknya ransel dipunggung bisa diletakkan sejenak dan sedikit meringankan beban. Hingga akhirnya proses ‘pembedahan ban’ berakhir, dan saatnya untuk melanjutkan perjalanan.

Satu persatu pemukiman penduduk terlewati, sempat ada obrolan sedikit dalam perjalanan itu, walaupun sebagian besar dilewati dengan diam.

“Rie, kalo ngantuk bilang yaa…”
“Iya om. Om Joe juga kalo ngantuk bilang yaa…”


Sebenarnya saat perbincangan ini, mata saya sudah sangat berat dan ingin sekali merebahkan badan. Tapi hal itu tidak mungkin saya lakukan karena perjalanan masih sangat panjang. Akhirnya saya berusaha menguatkan diri untuk terus terjaga. Jika masuk ke suatu pemukiman, mata ini masih bisa diajak kompromi. Namun jika keluar dari peradaban, memasuki kawasan hutan atau pesisir yang seluruhnya gelap, rasa kantuk yang sangat luar biasa kembali menyerang. Begitu seterusnya. Hingga dalam beberapa kali kesempatan, tubuh ini hampir saja terjengkang lantaran ketiduran dan tidak berpegangan pada apapun. Untungnya masih selamat terus, hingga motor yang saya naiki sampai di suatu desa, dan ada pasar malam disana. Sangat heboh dan ramai, yang pastinya berhasil membuat mata saya yang sudah ½ watt kembali terbuka. Saat itu juga saya melihat ada orang yang menjual kembang gula, dan seketika saya meminta om Joe untuk berbalik. Yakk,. Akhirnya motor di putar balik, lalu kami menuju ke parkiran pasar malam itu. Istirahat lagiii… :D



Desa Lempe, kecamatan Lape, kabupaten Sumbawa, tepatnya. Suasana pasar malam yang sangat meriah, ditambah dengan kehadiran arena-arena bermain macam bianglala serta komidi putar dan sebagainya. Sebenarnya ingin juga siii mainan di situ. Tapi sebaiknya tidak. Jadinya, saya hanya memutuskan untuk membeli dua buah kembang gula. Jajanan yang saya suka sangat, namun di Dompu hanya bisa di temui sekali setahun, saat pekan raya Dompu, yang sudah berlangsung beberapa waktu lalu.

Saatnya melanjutkan perjalanan. Dan pastinya barang bawaan kami bertambah: dua buah kembang gula yang diikat di pegangan travel bag. Hehehe… :D

Jam 9 malam (entah ini WIB atau WITA), motor kami sudah memasuki Sumbawa Besar, ibu kota kabupaten Sumbawa. Kota yang cukup cantik menurutku, karena terletak di lembah, dan jalan raya yang terletak di tepian kota membuat siapapun yang melaluinya dapat melihat lampu-lampu kota dengan jelas. Beberapa bangunan besar juga bisa ditemui disana, seperti RSUD, kantor DPRD, kantor polisi, dan lain sebagainya. Hingga dari jalan raya yang kami lalui, om Joe menurunkan kecepatan kemudian membelokkan motor masuk ke jalan kecil. Awalnya saya bingung ini mau kemana, ternyata belakangan saya baru tau, ini merupakan tempat makan yang om Joe ceritakan sebelumnya, dengan menu khas nya adalah ikan bakar. Selamat makaaaaaaannn… :D


Tempat makan ini terletak di desa Tirtasari, Sumbawa. Orang biasanya menyebutnya dengan Pantai Goa. Di tempat ini, kita bisa menemukan baaaanyak sekali orang berjualan, dengan tempat makan berupa lesehan di salaja. Tapi, sebagian besar memang menjual makanan dengan menu yang sama, yakni ikan bakar. Tinggal variasi sambal dan minumannya saja yang mungkin berbeda dari masing-masing warung.

Sambal di warung yang kami pilih ternyata lumayan pedas. Akhirnya saya memutuskan untuk membuka salah satu kembang gula yang saya beli untuk penetral rasa pedas. Alhamdulillah, sedikit tertolong dan akhirnya mata pun jadi melek. Saatnya melanjutkan perjalanan :)

Namun ternyata efek pedas dari sambal ikan bakar yang baru saja saya nikmati tidak bertahan lama. Begitu keluar dari Sumbawa Besar, dan yang terlihat kembali hanya gelap dan gelap, rasa kantuk mulai melanda. Begituu terus hingga beberapa waktu, sampai saya merasakan ada yang salah dengan perut saya. Gawat, saluran pencernaan saya bereaksi kawan, dan saat itu kami sedang berada di tengah hutan!!! Saya buru-buru menyampaikan ke om Joe kalau butuh ke kamar mandi, butuh buang air besar, secepatnya, karena perut sudah sangat melilit. Akhirnya om Joe memacu kendaraan lebih cepat dari sebelumnya, dengan harapan bisa mencapai desa selanjutnya lebih cepat. Namun ternyata, acara ngebut itu justru membuat saluran pencernaanku bereaksi lebih hebat. Sempat terpikir untuk buang air di semak-semak, sungai, atau semacamnya, karena sudah tidak tahan lagi. Tapi disisi lain juga saya meragukan diri saya sendiri untuk bisa melakukan itu. Jangankan di tepi jalan raya, dalam beberapa kali kesempatan naik gunung, yang jelas-jelas terletak di tengah hutan pun saya sangat menghindari kegiatan yang satu ini (buang air besar.red). Tapi sepertinya malam itu saya tidak punya banyak pilihan, hingga akhirnya saya meminta om Joe untuk menepikan motor dan berhenti.

Salaja kecil di pinggir jalan raya menjadi pilihan perhentian kami. Saya kemudian duduk di salaja tersebut, sambil terus memikirkan bagaimana caranya agar saya dapat buang air besar dengan baik. Tapi tetap saja sisi lain dari otak saya mengatakan tidak mungkin saya bisa melakukan hal itu disini. Beberapa kali saya mempertimbangkan hal itu, sedang om Joe sudah menggali tanah di tepi jalan untuk ‘lokasi’nya. Berkali-kali pula saya melihat sekitar, memastikan tak ada penduduk di sekitar tempat tersebut, namun tetap saja masih ada perasaan kalau hal itu tidak mungkin bisa saya lakukan. Akhirnya, saya memilih untuk diam, sambil mencoba sedikit menenangkan diri.

Beberapa saat berlalu, dan entah kenapa rasa melilit di lambung sedikit berkurang. Kembali saya mencoba lebih menenangkan diri, sambil berdoa supaya saluran pencernaan ini bisa diajak berkompromi. Tidak lama berselang, dengan keyakinan yang masih belum seratus persen kalau rasa melilit ini bisa saya kendalikan sepenuhnya, akhirnya saya mengajak om Joe untuk melanjutkan perjalanan. Dengan catatan, perjalanan tersebut dilakukan dengan agak santai. Karena entah kenapa, saya merasa guncangan akibat ngebutnya kendaraan bukannya membantu, malah membuat saluran pencernaan ini semakin sulit untuk dikendalikan.

Tidak berselang lama, kami kembali masuk ke pemukiman. Om Joe lantas mengurangi kecepatan, sambil mengamati sekitar dan mencari-cari tempat mana yang sekiranya bisa di jadikan tumpangan untuk ke kamar mandi. Rumah-rumah penduduk sebagian besar sudah tutup, karena pada saat itu sudah terlalu malam. Namun untungnya, kami berhasil menemukan musholla kecil di sebelah kanan jalan yang masih terbuka. Tepat pada saat yang bersamaan, ada beberapa orang penduduk sekitar yang sedang berjalan kaki. Akhirnya, om Joe menjelaskan bahwa kami ingin menggunakan kamar mandi di musholla tersebut. Tanpa jeda waktu yang cukup lama, salah seorang dari mereka lantas memanggil penjaga musholla, untuk kemudian membukakan toiletnya. Alhamdulillah, akhirnya saya bisa membuang hajat dengan layak. :D

Belakangan baru saya ketahui kalau desa tempat saya singgah itu sudah masuk Kabupaten Sumbawa Barat, Kecamatan Alas tepatnya, yang artinya sudah tidak jauh lagi dari penyeberangan menuju ke pulau Lombok. Benar saja, sekitar satu jam setelahnya (sekitar pukul 11.48PM), motor yang kami tunggangi sampai juga di pelabuhan Poto Tano, Sumbawa Barat. Kembali rehat sejenak, karena kapal yang akan mengantarkan kami baru saja merapat dan harus bongkar muatan terlebih dahulu.

Sebenarnya, perjalanan Dompu-Mataram hanya menghabiskan waktu sekitar delapan jam perjalanan darat. Terkadang perjalanan tersebut bisa menembus angka dua belas jam, biasanya dikarenakan lama menunggu kapal di penyeberangan ini. Dan ini pula yang terjadi dengan saya dan om Joe kemarin. Satu jam lebih kami menunggu di pelabuhan karena kapal ferry masih harus bongkar muat. Sedang waktu yang dibutuhkan untuk menyeberang, sebenarnya tidak lebih dari satu jam setengah saja.

Melihat tempat untuk rebahan di dalam kapal itu sungguh sangat luar biasa rasanya. Tidak butuh lama untuk saya memposisikan diri sendiri untuk merebahkan punggung barang sejenak. Sungguh kenikmatan yang sangat luar biasa. Tidak saya hiraukan lagi selat antara pulau Sumbawa dengan pulau Lombok serta pemandangan laut yang biasanya sangat saya gemari. Bahkan saat kapal mulai berjalanpun rasanya saya sudah terbang entah kemana. Terlelap di tengah keramaian penumpang kapal, hingga bel di kapal bordering keras pertanda kapal akan segera merapat ke Labuhan Lombok, kabupaten Lombok Timur. Satu jam yang sangat singkat, namun cukup membantu menghilangkan lelah di punggung yang sangat luar biasa. Saatnya bersiap, tinggal satu setengah jam perjalanan lagi, melewati Lombok Timur, Lombok Tengah, kemudian Lombok Barat, hingga masuk ke Mataram.

Namun ternyata perjalanan belum selesai kawan. Jam tiga dini hari, sedang pulau Lombok masih sangat sepi, dan jarum penunjuk stok bahan bakar di sepeda motor sudah menujuk ke huruf ‘E’ tanpa keinginan untuk bergerak lagi barang semili pun. Beberapa kali SPBU terlewat karena tutup, stok bensin habis, dan sebagainya. Kekhawatiran mulai muncul di permukaan. Alih-alih mencapai Mataram, melewati Lombok tengah saja om Joe tidak yakin bisa. Hingga akhirnya pada suatu tanjakan, suara motor yang kami naiki menunjukkan gelagat yang tidak diharapkan. Ya,. Revo hitam tersebut mengeluarkan suara terakhirnya, dari tetesan bahan bakar terakhir, hingga akhirnya mati secara sempurna, dan yang tersisa hanya keheningan.

O’owww…

Namun ternyata Allah lagi-lagi berbaik hati pada kami. Motor yang kami tunggangi berhenti dengan sempurna tepat di sebuah SPBU di Lombok Tengah. SPBU yang sudah sangat sepi, namun sedikit memberi harapan karena tak ada tulisan “bensin habis” seperti pada beberapa SPBU sebelumnya. Om Joe lantas mendorong motor tersebut menuju ke tempat pengisian bahan bakar, namun kami sempat kebingungan karena tak ada seorang pun petugas SPBU disana.

“Om,. Apakah harus seperti di luar negeri, dimana kita bisa mengisi bahan bakar kendaraan sendiri…?”


Dalam hati saya sudah berpikir, seru juga kali ya. Karena entah kenapa, sejak dulu ingin sekali saya mencoba mengisi bahan bakar sendiri. Bahkan, sempat terpikir untuk bekerja part time di  SPBU, saking ingin taunya bagaimana rasanya menjadi petugas pengisi SPBU. Namun ternyata ide itu seketika sirna, manakala dari jauh saya dan om Joe melihat sesosok laki-laki, tidak terlalu tinggi, menggunakan sarung yang dipakai seperti saat orang ngeronda, kemudian menuju ke arah kami. Yahh, petugas SPBUnya keburu datang. Tapi yaa sudah lah, setidaknya si revo hitam yang sudah sangat kehausan dan kelelahan ini dapat berfungsi kembali.

Hingga jam setengah empat pagi, saat masjid-masjid mulai ramai mengumandangkan suara-suara untuk membangunkan masyarakat sekitar sahur, akhirnya sampai juga kami di Kota Mataram, ibu kota Propinsi Nusa Tenggara Barat. Saatnya mencari tempat berlindung, sekedar untuk merebahkan badan sejenak, serta melakukan aktifitas ini itu, sebelum melanjutkan perjalanan menggunakan pesawat terbang jam sepuluh siang nanti.


Alhamdulillah…

“Tiap perjalanan pasti menyisakan berbagai cerita yang berbeda. Tinggal bagaimana kita melihat, menilai, dan memaknai tiap perjalanan itu, hingga menjadi satu hal yang patut untuk disyukuri…” Mae, 2012

...ditengah kerinduan yang teramat sangat pada aktifitas blogging :D

Comments

  1. Pertamaaaaaaaaaaxxxxxxxxxxxxxx.... Nyahahahahaha :D

    iihh.. whaaooww..

    ReplyDelete
  2. yaolooooooh.... ikan bakarnya bikin saya mangap.. :O

    itu beneran pake motor doang? :O
    jadi keingetan.. dulu arif jg sering tiap malam minggu pake motor ke daerah ciater cuman buat ngisi acara di radio aja.. :')

    ReplyDelete
    Replies
    1. :))
      Silakan mangappp... Bebassss. Hihi

      Iyaaa beneeerrr. Pake motor. :D
      Ciater itu dimana yaaa... :-/

      Delete
  3. ikutan jga aah...

    Keduaaaaaaaxxxxxxxx...heheh

    sama kita donk Mae,tuk urusan BAB,gk sgmpang itu.yr klo k Lap atau mendaki gunung itu,suka nahan boker. ntr pas nympe di rumah atau t4 yg layak,baru deh dbongkar smua isi perut...hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yura salaah,. bukan kedua weee... Tapi ketigaa.. :P

      Hahha.. Toss dah kalo begitu :five5

      Delete
  4. wah asik dong. saya selama lebaran gak blogging tapi juga gak ngapa-ngpain :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalo saya ga ngapa-ngapain ga bakal betah ga ngeblog :D

      Delete
  5. Keren keren mae fotonya.... Itu benaran ikannya segede itu Ђåª•Ñ’åª•Ñ’åª :) ... Naek motor... ???? Hufttt ampun deh... Ga pgel tuh pantat mae hee

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jangan tertipu sama foto mbak.. Hehe.,.
      Pantat sii enggak. Tapi punggung yang lumayan. :D

      Delete
  6. muahahhaaha. ngosh-ngoshan...

    itu ikannya lumayan kak rie :p
    bolehlah..

    ReplyDelete
  7. udah absen lama dari blogging, sekali bikin tulisan langsung sesuai dengan judul tulisan. Sebuah tulisan yang panjang untuk cerita perjalanan yang panjang juga. Dompu menyimpan cerita yang unik dan dikisahkan secara unik oleh mbak Mae. Membacanya serasa seperti berada di Dompu.

    Ikan bakarnya bikin ngiler mbak! :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha,,, Maafkan saya mas Fin. Mungkin emang beneran kangen ngeblog. Jadinya nulis cerita sampe tangan ga bisa berhenti ngetikkk.. :">

      *sodorin tissue dehh :))

      Delete
  8. Wah kalau aku udah stres tu kebelet ee di jalan kondisinya kayak gitu, hahaha...
    Ikannya gede bener mbak @.@

    ReplyDelete
    Replies
    1. Awalnya sempat bingung juga Una, tapi ga sampe stress kok. Hihi

      Delete
  9. Indonesia memang luar biasa ke indahan alamnya... liat foto laut dari atas tebing di atas jadi berasa dimana gitu...

    ReplyDelete
  10. ga salah baca kan ? naik motor ? GLEK!!

    [Comment Photo]
    Wahh... sayang banget yaa, G12 nya ga pake PL ^^ Sunset nya nggk tervisual kan dgn baik :')

    suka sama kalimat ini:
    “Tiap perjalanan pasti menyisakan berbagai cerita yang berbeda. Tinggal bagaimana kita melihat, menilai, dan memaknai tiap perjalanan itu, hingga menjadi satu hal yang patut untuk disyukuri…”

    dan setiap moment perjalanan itu, sesuatu hal yang nggk akan pernah terulang, maka dari itu siapkan kamera mu ! :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Glek jugak!!! :D

      PL apa yaaaa..???
      Kalo masalah sunset, sepertinya sudah saya jawab di twitter :D

      Ahh,. kalimat terakhir itu. Tak selamanya segala sesuatu bisa direkam dengan baik oleh kamera ;)

      Delete
    2. Filter PL itu filter Polarizer mba :D
      gunanya utk mengurangi refleksi ^^

      YES ! betuuull :D

      Delete
    3. Wahaha.. Gak paham adek. Maklum, ini belajar fotonya autodidakk :D
      Makasi yaaa infonyaa. Saya harus banyak belajar dari kamu nihh.. :D

      Delete
  11. emang ga takut jatuh, ketiduran di motor kan bahaya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Takut sii, dikit. Tapi bukan sekali dua kali ketiduran di motor *ehh

      Delete

Post a Comment

Speak Up...!!! :D

Popular Posts