Adiksi

Disclaimer: Tulisan ini dibuat pada tahun 2018. Tapi baru saya 'temukan' kembali saat ini. Saya pikir sudah pernah terpublish sebelumnya, ternyata belum. Sepertinya memang sekarang saat yang tepat. So here we goes...

Adiksi 
--Suatu kondisi dimana seseorang mengalami ketergantungan secara fisik dan psikologis terhadap suatu zat adiktif— BNN, 18 September 2013

Sebegitu identiknya kata ‘Adiksi’ dengan narkoba, hingga hasil pencarian teratas yang muncul adalah bersumber dari BNN. Padahal, boleh jadi yang menyebabkan adiksi tidak hanya terbatas pada narkoba saja.
Pekerjaan misalnya.
Materi.
Manusia.
Hingga pada titik yang paling mulia –dan semoga kita sedang di jalan menuju kesana, adalah adiksi terhadap Sang Pencipta, dalam bentuk ibadah.

Dan saya sepertinya sedang masuk dalam fase itu saat ini. Adiksi.

Sebelum kemarin, 3 hari yang lalu tepatnya, saya lupa kapan terakhir kali mengadakan perjalanan sendiri. Sepertinya sudah agak lama, hingga benar-benar lupa. Dan setelah itu, semacam ada komitmen bahwa tidak mau lagi pergi sendiri. Maunya berdua. Sama-sama. Kalau pulang ke Gresik atau Lumajang sama-sama, atau tidak pulang sekalian sama sekali.

Biasanya saya yang cenderung suka galau kalau kami berpisah, pergi (pulang) sendiri. Kereta baru berangkat sudah wa, bilang kangen. Tidak lama setelah itu lanjut telpon, tanya sedang apa dan lagi dimana. Selang beberapa waktu wa lagi. Sampai di stasiun wa lagi. Pas masih di angkot wa lagi. Sudah sampai rumah wa lagi. Bla bla bla.

Bosan ga?
Enggak.

Saya jadi berpikir ulang dan mengingat kembali isi surat pengunduran diri saya di tempat kerja yang terakhir kemarin. Mungkin bukan karena beban kerja dan jam kerja yang tidak normal. Mungkin bukan juga karena arah project yang dari kacamata saya terlihat tidak jelas, target tidak masuk akal, timeline berantakan, bukan. Bukan dari kesemuanya itu yang saya jelaskan panjang lebar dalam surat pengunduran diri hingga harus berkonsultasi dengan Dosen saya, (ya, surat pengunduran diri saya telah melalui koreksi dari beberapa pihak terpercaya :D).

Mungkin, alasan yang jauh lebih mendasar dari keputusan resign tersebut adalah karena berjauhan dengan suami.

Sedihnya, (sekaligus ge er nya), kegalauan itu ternyata tidak hanya terjadi sepihak. Baru tau saat sudah kembali ke rumah (Jogja) setelah 2 hari saya tinggal ke Gresik. Ternyata selama 2 hari ditinggal, Mas tidak pernah sahur di rumah, selalu beli makan di luar. Itupun dengan malas-malasan yang sepenuh hati. Sampai sisa lauk di meja makan saat sahur terakhir sebelum saya pergi, masih ada –dan berjamur! Halaman rumah tidak disapu sama sekali. Nasi di magiccom juga dibiarkan mongering, hanya colokannya saja yang dicabut. Bahkan sampai acara menjelang berbuka puasa di masjid dekat rumah yang biasa Mas semangat untuk mengikuti, saat saya tidak di rumah ternyata Mas juga enggan mengikutinya, dan baru beranjak ke masjid tepat sesaat sebelum waktu berbuka.

Saat ditanya, kenapa begitu?
Jawabnya, nggak tau, nggak enak aja kalo gak ada Adek.
Hmmm…

Mungkin Allah sedang sangat menikmati pemandangan ini, situasi ini.
Dan semoga kita tidak kalah juga dalam menikmati, serta mensyukurinya.




Comments

  1. Udah lama gak ngeblog dan blogwalking, eh taunya Armae masih rajin nulis. Rindu ya masa-masa dulu jagad blog ini rame. Kalo memungkinkan memang sebaiknya jangan tinggal jauh2 dari pasangan kita. Karena waktu yg kita miliki dengan dia tuh terbatas, ada baiknya kita hargai baik2 setiap detik yang kita miliki bersama dia.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai Keven. Whoww, gak nyangka kamu juga ternyata masih aktif ngeblog dan blogwalking yaa. Iya nih, aku belakangan mulai membiasakan diri untuk menulis lagi. Pikirku, harus ada hal lain yang dikerjakan selain pekerjaan dan kesibukan di rumah. Seseorang harus punya hobby yang bisa membuatnya tetep waras, ditengah gempuran sosial media yang belakangan semakin gila dengan segala kenyinyirannya. huehehe...

      Delete

Post a Comment

Speak Up...!!! :D

Popular Posts