Mas
Segala bagian dari tulisan ini yang menggunakan
kata ganti orang ketiga, 'Mas', adalah merujuk pada Ahmad Rifa’i. Entah mengapa
sejak pertama kali mengenalnya, saya tidak terbiasa untuk menyebut namanya.
Masih, hingga saat ini. Juga, segala momentum yang tercatat disini tidak
ditulis berdasarkan urutan waktu. Hanya supaya saya lebih leluasa
menuangkannya, tanpa harus ambil pusing tentang runutannya. Jadi, selamat
membaca saja, kawan :)
Sebenarnya, sudah lama saya ingin menulis tentang
Mas, di personal blog saya tentunya.
Tapi keinginan itu selalu saya tunda. Lebih tepatnya karena belum ada
keberanian untuk itu, belum ada kepastian, belum ada peresmian. Saya khawatir
tindakan saya termasuk dalam kategori ‘mendahului takdir’, seperti yang pernah
diingatkan oleh Mama. Tapi, semoga saat ini merupakan saat terbaik untuk itu.
Untuk bercerita sedikit tentang dia, yang padanya akhirnya hati ini berlabuh,
insyaAllah…
Pertama kali mengenal Mas, adalah di suatu malam
sekitar bulan Maret 2008, di rumah Jl Borobudur, tempat tinggal kedua saya saat
kuliah di Malang, yang baru saya tempati beberapa hari. Mas adalah salah
seorang kawan akrab teman se-rumah saya saat itu, mbak Whani. Pertama kali
berkenalan, pertama kali bertemu, banyak hal yang kami bahas. Kami sempat
mengobrol tentang musik, grup band Padi yang ternyata kami berdua sama-sama
menggemarinya, sepak bola, klub favorit, juga sedikit hal yang berbau politik.
Untunglah, sedikit banyak saya bisa mengimbangi lawan bicara saya kala itu,
karena saat itu siaran berita masih menjadi salah satu acara tv favorit saya.
Mas, adalah satu dari segelintir manusia di muka
bumi ini yang bersamanya saya bisa berbicara banyak. Pengetahuan serta
wawasannya yang luas secara tidak langsung juga menuntut saya untuk tahu banyak.
Tentu saja, saya sama sekali tidak ingin dianggap bodoh oleh Mas, atau paling
tidak, tidak terlihat bodoh saat berada di depannya. Namun bukan berarti saya
harus tahu segalanya, karena rasanya tidak mungkin bisa menandingi
pengetahuannya yang teramat luas, yang terkadang saya tidak habis pikir, dimana
dia menyimpan semua memori pengetahun tersebut? Hingga ada satu stigma yang
saya telurkan dari pemikiran absurd seorang mahasiswa yang ingin selalu tampak
pintar didepan rekan bicaranya,
“Ngobrol sama Mas bikin capek. Dipaksa mikir
terusss…”
Jika ingat kalimat itu saya pasti tersenyum
sendiri. Saya mengutarakan hal itu saat masih kuliah di Malang, selepas
mengobrol dengan Mas via telepon di suatu siang. Saat itu saya menghabiskan
sekitar dua jam waktu tidur siang saya untuk mengobrol banyak hal dengan Mas,
termasuk salah satunya membahas pertanyaan yang sebelumnya saya ajukan ke Mas
lewat sms, mengenai ‘bagaimana kita, sebagai manusia, menilai sesuatu yang
tidak kita ketahui banyak, untuk bisa dikategorikan baik atau tidak’. Jangan
tanya asal muasal saya menanyakan hal itu ya, karena saya lupa detailnya
seperti apa.
Baru kali ke dua bertemu, Mas sudah berani mengajak
saya untuk menghadiri acara Malam Perjamuan Orang Tua Mahasiswa, bahasa
kerennya sebagai ‘pendamping wisudawan’ begitu. Dan hingga saat ini pun saya
masih belum berhasil mengerti, mengapa saya mengiyakan ajakan Mas saat itu.
Acara dimana disana ada Bapak dan Ibu (Mas) juga, yang tentunya tidak saya kira
akan se-resmi itu. Namun, saya akui bahwa malam itu saya sempat sedikit
berbangga hati, karena orang yang saya dampingi tersebut ternyata adalah
wisudawan yang memperoleh peringkat ke 3 terbaik se-jurusan, dengan waktu studi
yang juga singkat, yakni 7 semester (3,5 tahun). Hebaaaattt… Well done, Mas, dan selamat menyandang
gelar SH.
Seiring kelulusan Mas, ada sedikit doa dan harapan
yang lagi-lagi baru saya sampaikan langsung beberapa waktu yang lalu,
“Semoga suatu saat bisa melihat gelar SH-nya Mas terpakai. Aamiin…”
“Semoga suatu saat bisa melihat gelar SH-nya Mas terpakai. Aamiin…”
Peran Mas dalam menyukseskan kuliah saya, saya
pikir cukup besar. Saya ingat, pernah menceritakan pada Mas sambil bercanda,
bahwa dalam salah satu mata kuliah saya mendapat nilai E. Sekali lagi, saya
menceritakan itu dengan nada bercanda, namun ternyata Mas menanggapinya dengan
serius. Tidak butuh waktu lama, Mas pun memarahi saya, sambil mempertanyakan
bagaimana bisa saya mendapat nilai E. Belakangan, saya jadi menyesal mengapa
saya menceritakan hal tersebut. Sedangkan saat saya bercerita bahwa saya sempat
mendapat IP sempurna, empat koma nol nol, di dua semester selanjutnya, pujiannya
hanya sederhana saja. Menyebalkan.
Oh ya, ada juga satu pesan dari Mas yang masih saya
ingat hingga saat ini, dan pernah juga saya tularkan ke orang lain. Saat itu
saya sedang dalam proses menyusun proposal tugas akhir. Saya sampaikan
kegundahan saya pada Mas, tentang kesulitan menentukan tema yang akan diangkat
untuk pengerjaan tugas akhir. Pesannya sederhana, namun sangat manjur dan
akhirnya sangat membantu saya.
“Pilih tema tugas akhir dari mata kuliah yang
paling kamu suka, yang paling kamu gemari. Karena jika kamu tidak menyukainya
terlebih dahulu, maka jangan berharap pengerjaan tugas akhir itu akan dimulai,
apalagi selesai…”
Perjalanan ke Jogja pada Desember 2010 menjadi
salah satu perjalanan terbaik yang pernah saya alami hingga saat ini. Jika
bukan karena ditantang oleh Mas saat itu, mungkin saya tidak akan berangkat
kesana. Menjelajah Jogja, melihat sisi-sisi berbeda dari kota wisata yang berslogan
‘Never Ending Asia’ itu, berkenalan dengan rekan Mas saat menonton pertunjukan
wayang di Sasana Hinggil, alun-alun selatan, berkunjung ke pengrajin wayang
tradisional, obrolan tengah malam yang tak ada habisnya, dan lain sebagainya. Perjalanan
yang pada akhirnya membawa pandangan baru pada saya mengenai Jogja, yang
membuat saya berkeinginan untuk bisa menghabiskan beberapa bulan—atau tahun sisa
usia saya di sana. Semoga bisa dalam waktu dekat. Aamiin.
Sebelumnya, sebelum perjalanan ke Jogja maksud
saya, pernah ada obrolan dengan Mas membahas tentang bagaimana bisa kami selalu
menghabiskan waktu dengan mengobrol, bertukar pikiran, berdebat pendapat.
Umumnya hal itu hanya akan berlangsung sekitar satu hingga dua jam. Maksimal
tiga jam. Namun setelah kunjungan ke Jogja tersebut, yang sebagian besar waktunya
saya habiskan untuk mengobrol bersama Mas, kami jadi sama-sama tidak yakin dan
tidak bisa menentukan berapa waktu maksimal yang akan kami butuhkan untuk
berbicara. Sempat bertanya-tanya juga, kapan tiba masanya dimana kami kehabisan
bahan obrolan? Jika memikirkan itu, sebenarnya yang saya rasakan adalah
perpaduan antara penasaran dan khawatir. Penasaran kapan itu terjadi, namun
khawatir jika hal itu menjadi kenyataan. Saya khawatir akan kehilangan partner
mengobrol saya yang paling luar biasa.
Bahkan ‘kehabisan bahan obrolan’ nyatanya juga bisa
menjadi tema yang cukup menarik untuk kami perbincangkan. Jadi, masih patutkan
kami untuk mengkhawatirkannya?
Tidak banyak memori tentang Mas yang bisa saya
ceritakan, karena mungkin jika diakumulasi, pertemuan kami hanya singkat saja. Bahkan
mungkin masih bisa dihitung, jika kami memang berniat untuk menghitungnya.
Namun dari yang singkat itu, sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk bisa
menilai satu sama lain dari masing-masing kami, karena kegemaran kami untuk
saling bertukar pikiran. Selepas dari Jogja, tidak ada kisah lain yang terajut,
kecuali lewat obrolan-obrolan via telepon maupun pesan singkat, yang tidak bisa
juga dikatakan sering.
Hingga pada 17 April 2013, tepat di hari ulang
tahun saya, selepas Mas menyampaikan ucapan selamatnya diiringi seutas doa, Mas
mengutarakan maksudnya untuk melamar saya, menjadikan saya pasangan hidupnya.
Seketika pikiran saya flashback ke beberapa tahun silam. Menghadirkan wajah-wajah yang
sudah saya kenal, baik yang masih hitungan hari, maupun yang sudah terlampau
lama. Putaran-putaran video singkat hidup saya, juga saat sosok Mas turut
meramaikannya, semua kembali terngiang. Saya seolah digiring untuk mencapai
satu kesimpulan pasti, bahwa Mas memang yang terbaik, dan Mas adalah
jawabannya. Tidak butuh waktu lama untuk saya meyakini hal itu, sekalipun saya
masih butuh waktu untuk belajar mencintainya, belajar mengerti lebih
tentangnya, belajar menerima dirinya dan keluarganya, dengan segala kelebihan
dan kekurangannya.
Saya tidak pernah menyangka bahwa lelaki yang saya
kenal tujuh tahun yang lalu, saat ini bisa menjadi sosok yang teramat penting
dalam hidup saya. Arah hidup yang tidak terduga, nyatanya membawa saya berlabuh
pada kondisi ini. Dengannya saya merasa segala potongan-potongan kisah ini
menjadi suatu jawab yang tak terbantahkan. Kepingan puzzle seolah dapat dengan runut memposisikan dirinya di
titik-titik kebenaran. Pertanyaan-pertanyaan hati yang masih saja menyeruak, akhirnya
bertemu jawab yang ternyata tidak hanya sebatas bahasa.
Yang saya tahu, jika bukan Mas, saya tidak akan
seyakin itu membiarkannya sendirian menemui Tante kemudian menyampaikan
maksudnya, saya tidak akan seberani itu mengiyakan pintanya untuk bertemu
dengan Papa dan Mama, dan saya juga tidak akan sepercaya itu, menyerahkan masa
depan dan sisa hidup saya padanya.
-AR-
15022015
Selamat ya Mbaa Ari, semoga penuh berkah, mawadah wa rahmah.
ReplyDeleteaaamiin.. makasi banyak Mas :)
DeleteNah... Potonya akhirnya nongol jugaaa....
ReplyDeleteAh,, itulah Jodoh. Apapun yang telah dilalui dan kemudian dipertemukan itu sudah Allah takdirkan.
barokallahuu saudariku nan jauh disana.....
Langgeng sampai kakek nenek yaaah. Amiiiiin
Makasi banyak kakakku sayang,.. doanya manis sekali. Semoga Allah mengabulkan. :)
DeleteNungguin banget yah fotonya? Masi cantik kak Latifah pas pakai baju bodo :D
alhamdulillah, ama ga main kesini..ada kabar baik menyapa.barakallah ya Mba :)
ReplyDeleteMakasi banyaaak mbak :)
Deletealhamdulillah, ama ga main kesini..ada kabar baik menyapa.barakallah ya Mba :)
ReplyDeletealhamdulillah, ama ga main kesini..ada kabar baik menyapa.barakallah ya Mba :)
ReplyDeleteBarakallah. seneng banget mendengarnya
ReplyDeleteAamiin,.. Makasi banyak, mbak Lid :)
DeleteHuaaaaaa.. Selamat ya, Maaaeeeeee.. Barakallah.. Jadi keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah ya.. Aamiiiin.. :*
ReplyDeleteAaamiiin yaa rabbal aalamiin... Makasii banyaaakk Beb.. Kamu kapan? *ups :p
DeleteBahahah.. Aku masih lama kayaknya. :D
DeleteSelamat ya Mae, Barakallahu laka wa baraka 'alaik, wa jama'a bainakuma fil khair. Semoga bisa menjadi keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah, bisa saling menyayangi sampai kakek nenek. Aminn..:)
ReplyDeleteAamiin.. aamiin.. insyaAllah. Matur suwun doanya, mas Sigit :D
DeleteMae,,,,kecupkecup sayang dari Jani, untuk tante dan oom :*
ReplyDeleteHappily ever after ya
cantik banget mb pake biru,,,
ReplyDeleteaku juga sampe detik ini canggung nyebut nama suami asli, tapi lebih mesra kalok cuma panggil mas...hehhee
Tahniah mbak maeee.. Maaf telat, doa dati pekanbaru semoga menjadi keluarga samawa sampai akhir hayat.. Amiin
ReplyDeleteBaru baca postingan ini. selamat yah kk, semoga menjadi keluarga sakinah, mawaddah dan warahmah.. Aamiin :)
ReplyDelete