Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda

Yakk, destinasi kedua untuk hari ini adalah Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda yang letaknya masih di kawasan Maribaya. Dari de Ranch sebelumnya, tinggal jalan sedikit ke bundaran, kemudian naik angkot satu kali, cukup dengan empat ribu rupiah per kepala.
Selamat datang di Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda :)
Di Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda ini, sebenarnya banyak sekali spot wisata yang bisa di kunjungi. Ada goa Belanda, goa Jepang, curug Omas, curug Lalay, curug Dago, dan lain sebagainya. Maunya sih bisa mendatangi semua spot wisata tersebut ya, tapi kami perlu memperhatikan situasi dan kondisi juga. Jangan sampai lupa dengan tujuan awal ke Bandung yakni Kopdar Nasional BLOOF 2013. Hahha…

Biaya masuk perkepala cukup sebesar tujuhribulimaratusrupiah. Kemudian mulailah perjalanan kami. Belum jauh dari loket masuk, tiba-tiba ada sepeda motor yang melintas. Berarti bisa ya naik motor? Aneh. Tapi yasudahlah, kami lebih memilih untuk berjalan kaki. Lebih bisa menikmati begitu… *alesan. Awalnya jalanan datar-datar saja, namun kemudian jalan mulai berbelok dan menurun curam. Setelah menuruni beberapa anak tangga, akhirnya kami tiba di persimpangan. Yang agak mengagetkan, ternyata dari persimpangan itu, untuk menuju Goa Belanda masih harus melalui jalan sepanjang 5 km. Meeen,.. bisa satu jam baru sampai goa nya nih. Belum ke air terjunnya juga. Haihhh...

masih 5 kilometer lagi :|
Pucuk di cinta ulam pun tiba. Kami bertemu dengan dua orang tukang ojek yang sedang beristirahat tak jauh dari persimpangan itu. Setelah bernegosiasi dan bertanya-tanya, akhirnya kami memutuskan untuk menyewa motor mereka. Tigapuluhriburupiah perkepala tarifnya. Agak mahal sih, tapi ya sudahlah. Sudah sampai disini. Gak lucu juga kalo balik. Kapan lagi coba? Jadi ya, hajar saa.. Hehe..

Saya dan Ajiw naik motor Honda Astrea Star, ntah keluaran tahun berapa, mungkin motornya lebih tua dari saya. Saya cuma berharap motor tersebut bersahabat, tidak mogok di jalan, bisa dikendalikan, dan bensinnya cukup. Sedangkan Yuni dan kak Pipi naik motor matic Mio. Lalu, berangkatlah kami.

Berdasarkan instruksi dari pak tukang ojek, jalan di depan sudah bagus, karena sudah di “paving block”. Bayangan kami yaa seperti paving biasa gitu ya. Namun ternyata salah besar saudara-saudara. Iya betul emang paving block, tapi pavingnya sudah banyak yang rusak, dan ada beberapa titik dimana jalannya becek. Ouch… Sama sekali gak kebayang kalo saya akan melakukan perjalanan semacam itu. Ditengah hutan yang cukup lebat, dengan jalan paving ‘belok’ (belok kalo kata Ajiw itu bahasa Sunda, artinya becek. Mungkin memang ini maksud dari bapak tukang ojek tadi yahh) yang berkelok-kelok dan naik turun, kondisi motor yang masih asing serta rem tangan yang agak keras, jujur sempat membuat saya sedikit ketakutan. Cuaca juga lagi dingin, tangan rasanya kaku begitu. Serasa baru belajar naik motor saja. Namun akhirnya lima kilometer yang luar biasa itu terlalui. Sampailah kami di goa Belanda.
pas naik motor,. hihi
Ada warung yang jual makanan kecil dan jagung bakar. Asikkk…

Sebelum mengisi perut, kami memutuskan untuk masuk ke goa Belanda terlebih dahulu. Goa ini dulunya dibangun saat masa penjajahan Belanda, membelah tebing tinggi di kawasan hutan raya tersebut, yang mungkin selain bertujuan untuk tempat berlindung, juga digunakan sebagai jalan pintas. Dari luar, goa ini terlihat tidak terlalu jauh, terdiri dari garis lurus saja, dan dari mulut goa yang satu, kita bisa melihat pintu keluar yang terletak di ujung sana. Saat masuk, suasana seram mulai terasa –mungkin karena saya penakut ya. Hehe… Kondisi didalam sangat gelap. Dari kami berempat, hanya ada satu senter yang menerangi. Dan ternyata saya salah, karena goa ini dibagian dalam cukup luas. Ada beberapa jalan ke kanan dan kekiri yang cukup luas, entah untuk apa. Mungkin digunakan sebagai gudang? :-/

Dijalan yang kami lalui, juga terdapat semacam rel kereta. Masa’ iya kereta lewat sini? Rasanya lebih mungkinkan kalo rel tersebut digunakan untuk membawa barang-barang berat. Iyadeh, begitu saja. *lho

Begitu sampai di ujung, kami bertemu dengan sisi lain dari goa Belanda. Ternyata disana cukup banyak orang, dan dari orang-orang itu kami mendapat informasi bahwa kami bisa pulang lewat jalur yang lain, nanti akan tembus di Dago. Dan jalannya jauh lebih dekat!!! Kami tidak punya pilihan lain. Tetap harus kembali ke jalan sebelumnya. Rencana ke goa Jepang juga kami batalkan karena hari sudah beranjak petang, dan hujan mulai datang.


poto-poto duluuu... :D
Setelah mengisi perut dengan segelas mie instan serta jagung bakar, kami memutuskan untuk kembali. Ditengah hujan yang tidak terlalu lebat, bayangan jalan yang rusak serta naik turun membuat saya agak khawatir. Tapi yasudahlah, mau tidak mau memang harus dilalui. Cuma satu pesan saya untuk Ajiw, hati-hati, jangan sampai jatuh, dan mohon maaf kalo nyetirnya agak kasar karena jalannya rusak dan banyak yang menanjak. Kalo gak dibuat kenceng, saya kuatir motor honda star membahana badai khatulistiwa ini gak mau jalan.

Seluruh tubuh hampir basah kuyup saat kami sampai di tempat bapak tukang ojek yang tadi. Satu lagi kesalahan hari ini, gak tanya ke pemilik motor tentang keberadaan jas hujan yang ternyata sejak tadi sudah nangkring di bawah jok motor. Subhanallah…

Kami memutuskan untuk mengunjungi curug Omas yang katanya jaraknya tidak terlalu jauh. Ditambah, berdasarkan informasi dari bapak tukang ojek, dari curug omas tersebut ada jalan yang langsung menuju jalan utama, jadi tidak perlu kembali lagi. Perjalanan kami lanjutkan dengan berjalan kaki sekitar 300 meter dengan medan yang landai. Menikmati kesejukan Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda di tengah rintik hujan yang masih setia menemani. Tak lagi peduli pada jaket, celana, rok, sandal, kaus kaki, tas, jilbab yang mulai layu karena basah. Kesempatan ini tak akan datang dua kali, terutama untuk saya, Yuni, dan kak Pipi yang datang jauh-jauh dari pulau seberang.

Curug (air terjun) Omas memiliki keunikan tersendiri dari segi lokasinya. Di sini, pengunjung tidak bisa langsung turun ke air terjunnya, melainkan hanya bisa melihat dari jauh, dari jembatan yang dibangun melintasi sungai besar. Dari jembatan itu, pengunjung bisa melihat dengan jelas Curug Omas yang menurut saya cukup besar dan tinggi, dengan air yang juga deras. Entah seberapa dalam sungai yang berada di bawah jembatan itu. Siang menjelang sore itu juga airnya agak kecoklatan, mungkin karena pengaruh hujan yaa..
nyoba pake foreground... :D
Yang bikin agak ngeri, jembatannya. Hehe… Kalo ada yang jalannya sambil hentak-hentak kaki, kerasa banget getarannya. Apalagi waktu itu sempat bercanda sama yang lain, jadinya ketawa bareng deh. Dan itu berhasil bikin kami berempat agak takut karena jembatannya juga ikutan ketawa *ehh.

Tidak lama waktu yang kami habiskan disana, kami memutuskan untuk kembali. Berdasarkan instruksi bapak tukang ojek, kami cukup melewati jalan setapak di sebelah kiri. Yuni di depan, diikuti kak Pipi, Ajiw, kemudian saya. Awalnya jalannya masih bagus dan jelas. Terus terus dan terus, tiba-tiba jalan setapak itu hilang. Yang ada di depan kami hanya hutan, dengan pohon-pohon kecil yang tidak terlalu padat. O’ow.. nyasar kah? Tapi berdasarkan instruksi dari bapak tukang ojek, harusnya benar. Dan menurut logika kami juga benar, jalan utama adanya di sebelah kiri. Kalau kami berbelok ke kanan dan menyeberangi sungai, itu baru salah.
Saya dan Yuni akhirnya memutuskan untuk tetap jalan dan melihat keadaan di depan. Kak Pipi dan Ajiw tunggu di belakang, dan nanti kalo kami sudah nemu jalan, baru deh di jemput. Tapi ternyata batal, karena akhirnya semua ikutan jalan. :D Sempat agak bingung juga, soalnya makin lama pohonnya makin rapat, dan jalan makin gak terlihat. Tapi, akhirnya dapat petunjuk juga, karena jalan utama yang kami lalui saat berangkat tadi mulai terlihat –pagarnya. 

jalan setapak yang menyesatkan :|
"Yun, mo nembak langsung kah?”, nekat nanya beginian, padahal medannya lumayan curam, tebing gitu deh. Maksud saya supaya gak perlu jalan lagi, tapi langsung nerabas ke jalan utama. Tapi, lagi-lagi batal. Coba cari jalan lagi, akhirnya nemu juga jalan yang sepertinya pernah dilalui orang, yang akhirnya mengantarkan kami ke jalan utama, walaupun masih dipisahkan oleh pagar setinggi dada orang dewasa. Akhirnya dengan kesepakatan bersama, kami memutuskan untuk manjat pagar!!! #:-S

Bisa kembali ke jalan utama yang lurus dan benar itu rasanya sesuatu banget yahh. Gak kebayang kalo tadi nyoba jalan terus, ntah bakalan tembus dimana kami. Tapi yasudah, perjalanan yang luar biasa ini memang harus segera di akhiri. Waktu sudah menunjukkan jam 4 sore, sedang hujan masih setia merintik.

Sampai di depan Taman Hutan Raya, bingung mau naik apa. Akhirnya kami memilih duduk di depan toko yang ada di tepi jalan. Angkutan tidak ada yang lewat satupun. Kendaraan lain juga hanya beberapa saja. Lalu, dari kejauhan terlihat pik-up, dan nekat saja kami mencoba melambaikan jempol ala ‘laik dis’ gitu. Pik-up tersebut sempat mengurangi kecepatan, namun entah karena melihat kami sendiri tidak yakin, akhirnya bapak supirnya hanya lewat begitu saja. Akhirnya kami mencoba memantabkan hati. Okelah, naik pik-up pun tak apa.

Pik-up kedua akhirnya datang juga. Kali ini tanpa ragu kami melambaikan jempol, dan akhirnya mobil tersebut berhenti juga. Yuni, yang bertugas bernegosiasi. Entah bagiamana prosesnya, pada akhirnya bapak supir dan penumpang yang didepan bersedia mengangkut kami.
sempat foto-foto pas di pik-up :D
Well, ini pengalaman pertama saya ke Bandung, pengalaman pertama saya ke Taman Hutan Raya. pengalaman pertama saya naik motor dengan medan yang whaoww, pengalaman pertama saya ke goa Belanda yang agak seram, pengalaman pertama saya ke curug Omas, dan ini pengalaman pertama saya naik angkot di tengah kota!!!

Tepat di gang kecil di kawasan UPI, Geger Kalong tengah, kami berempat turun dari pik-up. Cukup berjalan kaki sedikit, akhirnya kami kembali juga di kos kosan Aisa dengan selamat tak kurang suatu apapun kecuali basah kuyup. Alhamdulillah… :)

Comments

  1. Seruuu nih masih bisa ngumpul2 :D

    *bayangin sahabat yg udah pada nikah*

    ReplyDelete
  2. Owh.. jadi ke tahura masuk dari sisi lembang ya tante? aku waktu kesana masuk dari sisi dago, lewat goa jepang, goa belanda, air terjun, baru maribaya. lumayan sih, olahraga. dari goa belanda ke goa jepang itu masih jauh lho kalo mau nekat. soalnya goa jepang deket pintu masuk dari sisi dago pakar. total dari ujung ke ujung sekitar 8 km lah paling ya..

    ReplyDelete
  3. overall masih terkelola dengan apik kayaknya ya,
    btw, foto air terjunnya dapet banget kesan dramatic nya,
    kereeen..!

    ReplyDelete
  4. travelling trusssssssssssss... pinter banget deh bikin ngiler :|

    ReplyDelete
  5. Iyaa emang bikin ngiler, :|
    Dan itu agak menghibur diri sendiri pastinya, "agak seram", padahal goa itu banyak yg pernah dibantai, hahahahahaa... Untung ga ketemu Kuntilanak :p

    ReplyDelete
  6. seru juga sepertinya liburan ke sana :)

    enjoy your weekend ^^

    ReplyDelete
  7. sru banget...aplgi yg d jembatan..hehhe

    ReplyDelete

Post a Comment

Speak Up...!!! :D

Popular Posts