Menyapa Puncak Rinjani
24 Agustus 2012,
Sesaat setelah melepas kepergian mereka,
“Om,... Kita kapan…?”, kataku, sambil memasang wajah paling melas,
dan om Joe hanya menjawabnya dengan senyum serta mengusap kepala saya.
“Yok balik ke Mataram, kalau mereka naik ke puncak Rinjani, kita mengelilinginya saja untuk kali ini…”
…dan perjalanan kembali di mulai. Kali ini hanya tersisa saya dan om Joe. Kami berdua melalui sebelah utara gunung Rinjani. Menyapa kabupaten Lombok Utara, serta sesekali lautan biru sebelah utara pulau Lombok. Hingga kami tiba di desa Senaru, pos terakhir turunnya para pendaki dari puncak Rinjani, kami istirahat sejenak. Ada apa di sana? Hmmmm,. Tunggu postingan selanjutnya saja. Pastinya perjalanan kembali ke Mataram masih panjang, kawan… ;)
Pesawat yang saya tumpangi mendarat juga dengan mulus di Bandar Udara
Internasional Lombok. Jadwal masuk kerja masih tiga hari lagi (27
Agustus 2012), namun saya sudah meninggalkan rumah pada jumat pagi itu—bukan tanpa alasan pastinya.
Begitu keluar dari bandara, sempat agak bingung juga mengingat tak ada
kabar berita dari yang akan menjemput saya. Namun pada akhirnya kabar
tersebut tidak saya perlukan lagi, karena sesosok laki-laki yang sudah
dua minggu tidak saya jumpai muncul dihadapan saya. Om Joe. Yeah,
lumayan kangen juga sama tuh orang. Hehe… Sempat ngemper sebentar di
bandara, kami akhirnya memacu motor ke sekretariat Grahapala Rinjani,
Universitas Mataram (UNRAM).
![]() |
tradisi bagibung, makan bareng-bareng :D |
Satu rombongan terdiri dari kakak
dan adik saya, beserta dua orang temannya dari MAPALA UNISKA Banjarmasin
sudah sampai di Mataram sejak hari sebelumnya, sedang satu rombongan
lagi, dari Jakarta, sedang dalam perjalanan. Sempat ber-bagibung
ria di siang itu, di sekretarian MAPALA FKIP UNRAM, akhirnya semua
rombongan berkumpul di sekretarian Grahapala Rinjani. Total tiga mobil,
empat belas orang, belasan carrier, sudah siap untuk diberangkatkan. Sekitar ba’da ashar, iring-iringan mobil tersebut berangkat.
Tujuannya? Sembalun Lawang, pos pemberangkatan menuju puncak gunung Rinjani, Taman Nasional Gunung Rinjani. :D
Ternyata perjalanannya tidak sesingkat yang saya kira. Dari Mataram, kami mengarahkan mobil ke timur, menuju kabupaten Lombok Barat, lalu berlanjut ke Lombok Tengah, kemudian masuk ke kabupaten Lombok Timur. Setelah itu, mobil mulai mengarah ke utara dan keluar dari jalan raya lintas propinsi. Jalan mulai berliku, naik-turun, rumah-rumah mulai renggang, sesekali kami melewati hutan hijau yang sangat asri, saya memutuskan untuk membuka jendela mobil lebar-lebar. Udara makin sejuk di menjelang maghrib yang cukup lengang itu.
Malam pun tiba. Suara adzan mulai terdengar di surau-surau kecil yang kami lewati. Di ketinggian sekian ratus (atau mungkin ribu) meter diatas permukaan laut itu, saya melihat bapak-bapak berjalan kaki dari dan menuju surau. Mereka mengenakan sarung dibagian bawah, namun untuk pakaian, saya hampir tidak menemukan seorangpun yang mengenakan pakaian takwa. Semua mengenakan jaket, dan memang suhu di luar sudah cukup dingin.
Pusuk Sembalun, suatu daerah di tepian lembah yang biasanya dijadikan sebagai tempat untuk beristirahat, juga menjadi tempat peristirahatan kami malam itu. Disana terdapat dua buah berugaq (bahasa sasak, artinya sama dengan salaja), selain juga pemandangan malam TNGR yang cukup mempesona. Dari sana pula terlihat bukit yang mengalami kebakaran, entah terbakar sendiri karena cuaca yang cukup panas di siang hari, atau karena ulah tangan-tangan manusia. Miris.
Tak lebih dari dua puluh menit, mobil yang mengantarkan saya beserta rombongan sampai juga di Sembalun Lawang, pos perijinan sekaligus pemberangkatan menuju Puncak Rinjani. Dalam pekatnya malam, samar puncak Rinjani terlihat, dibantu oleh temaram cahaya bulan. Subhanallah…
Kembali koordinasi dilakukan, karena rencananya rombongan akan menyewa porter, dan masalah porter ini ternyata tidak sesederhana yang saya kira. Daftar belanja pun dibuat, dan nantinya para porter itu yang akan berbelanja. Oia, sedikit informasi saja, satu porter biasanya menangani dua hingga tiga orang pendaki. Mereka akan bertugas membawa logistik, memasak, menyiapkan tenda, mencari air, juga membawa barang-barang lain yang sekiranya perlu dibantu untuk dibawa, dengan catatan beban yang mereka bawa tidak lebih dari dua puluh kilogram. Tarif? Oke, saya informasikan saja, standarnya 125ribu rupiah/porter/hari. Harga pendaki domestik ya, kalau untuk pendaki asing akan lebih mahal, namun saya kurang tau berapa pastinya.
Sudah jam sembilan malam dan udara semakin dingin. Jaket-jaket tebal mulai dikeluarkan, namun kami berenam tidak lantas tidur melainkan hunting warung makan terdekat. Akhirnya ketemu juga, dengan menu nasi campur yang cukup enak menurut saya. Slamat makan :)
Begitu selesai, kami langsung menuju ke pos perijinan TNGR, dan menginap disana. Makin malam makin dingin saja. Sempat bersentuhan dengan air saat wudhu, dan dinginnya sungguh luar biasa. Lebih dingin daripada air dari lemari es, namun tidak sampai membeku. Untunglah.
Matraspun digelar. Satu kesalahan kecil yang cukup fatal saya lakukan adalah saya tidak mempersiapkan diri sama sekali untuk cuaca yang dingin ini. Kaos kaki yang saya pakai juga hanya kaos kaki biasa, jaket yang saya kenakan juga jaket main, bukan jaket gunung yang biasanya bisa menahan angin dan dingin. Untungnya si kakak bersedia berbagi sleeping bag ke saya. Namun bukan sleeping bag yang diisi orang dua seperti ceritanya Yura, melainkan sleeping bag tersebut dilebarkan, dan kami jadikan selimut. Cukup melindungi, namun tidak cukup hangat. Semalaman saya tidak bisa tidur karena dingin. Seluruh persendian rasanya sangat kaku. Akhirnya saya bongkar daypack saya, lalu saya masukkan kaki saya kedalamnya. Yeah, ini biasanya juga dilakukan oleh teman-teman jika kedinginan. Cukup membantu.
25 Agustus 2012,
Pagi pun tiba, setelah subuh di surau terdekat, rombongan mulai bersiap. Tak hanya rombongan kami, karena pada hari itu banyak juga pendaki-pendaki lain dari berbagai penjuru Indonesia, termasuk juga dari luar. Packing telah dilakukan, begitu juga dengan perijinan, kami pun menuju ke rumah porter yang sudah kami datangi malam sebelumnya. Rombongan lain yang menginap disana ternyata sudah siap untuk berangkat. Akhirnya semua rombongan di angkut dengan mobil untuk menuju pos pemberangkatan yang jaraknya sekitar dua ratus meter.
Puncak Rinjani kembali menyapa pagi itu, dengan begitu gagahnya. Saatnya melepas kepergian kakak, adik, serta kawan-kawan saya. Selamat jalan, semoga bisa sampai di puncak Rinjani dengan selamat, serta kembali ke rumah dengan selamat pula. Saya tunggu ceritanya ya, kawan…
Tujuannya? Sembalun Lawang, pos pemberangkatan menuju puncak gunung Rinjani, Taman Nasional Gunung Rinjani. :D
![]() |
miniatur Tanam Nasional Gunung Rinjani |
Ternyata perjalanannya tidak sesingkat yang saya kira. Dari Mataram, kami mengarahkan mobil ke timur, menuju kabupaten Lombok Barat, lalu berlanjut ke Lombok Tengah, kemudian masuk ke kabupaten Lombok Timur. Setelah itu, mobil mulai mengarah ke utara dan keluar dari jalan raya lintas propinsi. Jalan mulai berliku, naik-turun, rumah-rumah mulai renggang, sesekali kami melewati hutan hijau yang sangat asri, saya memutuskan untuk membuka jendela mobil lebar-lebar. Udara makin sejuk di menjelang maghrib yang cukup lengang itu.
Malam pun tiba. Suara adzan mulai terdengar di surau-surau kecil yang kami lewati. Di ketinggian sekian ratus (atau mungkin ribu) meter diatas permukaan laut itu, saya melihat bapak-bapak berjalan kaki dari dan menuju surau. Mereka mengenakan sarung dibagian bawah, namun untuk pakaian, saya hampir tidak menemukan seorangpun yang mengenakan pakaian takwa. Semua mengenakan jaket, dan memang suhu di luar sudah cukup dingin.
![]() |
kebakaran di bukit |
Pusuk Sembalun, suatu daerah di tepian lembah yang biasanya dijadikan sebagai tempat untuk beristirahat, juga menjadi tempat peristirahatan kami malam itu. Disana terdapat dua buah berugaq (bahasa sasak, artinya sama dengan salaja), selain juga pemandangan malam TNGR yang cukup mempesona. Dari sana pula terlihat bukit yang mengalami kebakaran, entah terbakar sendiri karena cuaca yang cukup panas di siang hari, atau karena ulah tangan-tangan manusia. Miris.
Tak lebih dari dua puluh menit, mobil yang mengantarkan saya beserta rombongan sampai juga di Sembalun Lawang, pos perijinan sekaligus pemberangkatan menuju Puncak Rinjani. Dalam pekatnya malam, samar puncak Rinjani terlihat, dibantu oleh temaram cahaya bulan. Subhanallah…
Kembali koordinasi dilakukan, karena rencananya rombongan akan menyewa porter, dan masalah porter ini ternyata tidak sesederhana yang saya kira. Daftar belanja pun dibuat, dan nantinya para porter itu yang akan berbelanja. Oia, sedikit informasi saja, satu porter biasanya menangani dua hingga tiga orang pendaki. Mereka akan bertugas membawa logistik, memasak, menyiapkan tenda, mencari air, juga membawa barang-barang lain yang sekiranya perlu dibantu untuk dibawa, dengan catatan beban yang mereka bawa tidak lebih dari dua puluh kilogram. Tarif? Oke, saya informasikan saja, standarnya 125ribu rupiah/porter/hari. Harga pendaki domestik ya, kalau untuk pendaki asing akan lebih mahal, namun saya kurang tau berapa pastinya.
Sudah jam sembilan malam dan udara semakin dingin. Jaket-jaket tebal mulai dikeluarkan, namun kami berenam tidak lantas tidur melainkan hunting warung makan terdekat. Akhirnya ketemu juga, dengan menu nasi campur yang cukup enak menurut saya. Slamat makan :)
Begitu selesai, kami langsung menuju ke pos perijinan TNGR, dan menginap disana. Makin malam makin dingin saja. Sempat bersentuhan dengan air saat wudhu, dan dinginnya sungguh luar biasa. Lebih dingin daripada air dari lemari es, namun tidak sampai membeku. Untunglah.
Matraspun digelar. Satu kesalahan kecil yang cukup fatal saya lakukan adalah saya tidak mempersiapkan diri sama sekali untuk cuaca yang dingin ini. Kaos kaki yang saya pakai juga hanya kaos kaki biasa, jaket yang saya kenakan juga jaket main, bukan jaket gunung yang biasanya bisa menahan angin dan dingin. Untungnya si kakak bersedia berbagi sleeping bag ke saya. Namun bukan sleeping bag yang diisi orang dua seperti ceritanya Yura, melainkan sleeping bag tersebut dilebarkan, dan kami jadikan selimut. Cukup melindungi, namun tidak cukup hangat. Semalaman saya tidak bisa tidur karena dingin. Seluruh persendian rasanya sangat kaku. Akhirnya saya bongkar daypack saya, lalu saya masukkan kaki saya kedalamnya. Yeah, ini biasanya juga dilakukan oleh teman-teman jika kedinginan. Cukup membantu.
25 Agustus 2012,
Pagi pun tiba, setelah subuh di surau terdekat, rombongan mulai bersiap. Tak hanya rombongan kami, karena pada hari itu banyak juga pendaki-pendaki lain dari berbagai penjuru Indonesia, termasuk juga dari luar. Packing telah dilakukan, begitu juga dengan perijinan, kami pun menuju ke rumah porter yang sudah kami datangi malam sebelumnya. Rombongan lain yang menginap disana ternyata sudah siap untuk berangkat. Akhirnya semua rombongan di angkut dengan mobil untuk menuju pos pemberangkatan yang jaraknya sekitar dua ratus meter.
Puncak Rinjani kembali menyapa pagi itu, dengan begitu gagahnya. Saatnya melepas kepergian kakak, adik, serta kawan-kawan saya. Selamat jalan, semoga bisa sampai di puncak Rinjani dengan selamat, serta kembali ke rumah dengan selamat pula. Saya tunggu ceritanya ya, kawan…
Sesaat setelah melepas kepergian mereka,
“Om,... Kita kapan…?”, kataku, sambil memasang wajah paling melas,
dan om Joe hanya menjawabnya dengan senyum serta mengusap kepala saya.
“Yok balik ke Mataram, kalau mereka naik ke puncak Rinjani, kita mengelilinginya saja untuk kali ini…”
…dan perjalanan kembali di mulai. Kali ini hanya tersisa saya dan om Joe. Kami berdua melalui sebelah utara gunung Rinjani. Menyapa kabupaten Lombok Utara, serta sesekali lautan biru sebelah utara pulau Lombok. Hingga kami tiba di desa Senaru, pos terakhir turunnya para pendaki dari puncak Rinjani, kami istirahat sejenak. Ada apa di sana? Hmmmm,. Tunggu postingan selanjutnya saja. Pastinya perjalanan kembali ke Mataram masih panjang, kawan… ;)
***
Mungkin memang belum saatnya, saya menyapa dewi Anjani dari dekat kala itu
Beberapa bulan yang lalu, ia menyapa saya dari ketinggian sekian ribu meter,
Lewat perjalanan Denpasar-Dompu yang begitu luar biasa
Beberapa saat yang lalu juga, ia kembali menyapa saya, di tengah ramai kota Mataram
Saat berkesempatan menghabiskan beberapa malam di Lombok Garden Hotel
Kali ini, saya diberi kesempatan untuk menikmatinya dari dekat, sangat dekat
Memandanginya, dari sisi selatan, timur, utara, hingga barat
Adakah yang patut untuk tidak saya syukuri?
Sedang tanggal dua puluh tujuh agustus, event besar menanti di kantor
Itulah mengapa saya dan om Joe tak ikut rombongan kali ini
Saya jadi ingat, sekitar satu bulan sebelumnya
Saat akhirnya dengan berat hati saya putuskan untuk tidak mengikuti pendakian ke Rinjani
Berkali-kali saya memastikan ke om Joe tentang keputusan yang diambil
Dan ternyata memang itulah akhirnya
Sempat ada rasa, apa ya? Saya sedikit kesulitan untuk mendeskripsikannya
Tapi pastinya ada sedikit ketidak percayaan pada diri sendiri
Bahwa saya telah melepas begitu saja kesempatan untuk mewujudkan salah satu mimpi saya selama ini
Ditengah perjalanan menuju ke Senaru, sambil sesekali mengambil gambar puncak Rinjani yang begitu megah,
Pada akhirnya saya menyadari bahwa,
Saat itu, memang bukan saat yang terbaik untuk saya menyapa langsung dewi Anjani
Saya tidak tau kapan, tapi yang pasti, bukan saat itu
Itu saja
Atau,
Mungkin, memang saya harus menunggu kehadiran Sam dan Yuni,
Untuk bersama-sama menggapai puncak impian kami, Rinjani…
Who knows…?
;)
Beberapa bulan yang lalu, ia menyapa saya dari ketinggian sekian ribu meter,
Lewat perjalanan Denpasar-Dompu yang begitu luar biasa
Beberapa saat yang lalu juga, ia kembali menyapa saya, di tengah ramai kota Mataram
Saat berkesempatan menghabiskan beberapa malam di Lombok Garden Hotel
Kali ini, saya diberi kesempatan untuk menikmatinya dari dekat, sangat dekat
Memandanginya, dari sisi selatan, timur, utara, hingga barat
Adakah yang patut untuk tidak saya syukuri?
Sedang tanggal dua puluh tujuh agustus, event besar menanti di kantor
Itulah mengapa saya dan om Joe tak ikut rombongan kali ini
Saya jadi ingat, sekitar satu bulan sebelumnya
Saat akhirnya dengan berat hati saya putuskan untuk tidak mengikuti pendakian ke Rinjani
Berkali-kali saya memastikan ke om Joe tentang keputusan yang diambil
Dan ternyata memang itulah akhirnya
Sempat ada rasa, apa ya? Saya sedikit kesulitan untuk mendeskripsikannya
Tapi pastinya ada sedikit ketidak percayaan pada diri sendiri
Bahwa saya telah melepas begitu saja kesempatan untuk mewujudkan salah satu mimpi saya selama ini
Ditengah perjalanan menuju ke Senaru, sambil sesekali mengambil gambar puncak Rinjani yang begitu megah,
Pada akhirnya saya menyadari bahwa,
Saat itu, memang bukan saat yang terbaik untuk saya menyapa langsung dewi Anjani
Saya tidak tau kapan, tapi yang pasti, bukan saat itu
Itu saja
Atau,
Mungkin, memang saya harus menunggu kehadiran Sam dan Yuni,
Untuk bersama-sama menggapai puncak impian kami, Rinjani…
Who knows…?
;)
Wuihh udah keliling tapi belum bercumbu sama rinjani yaa mbak mae, gag aph besok ke rinjani sama yang di bali yee :D
ReplyDeleteJyahaha.. kalo nunggu yang di Bali mah lamaaa... :p
Delete-___- ini keren banget... tapi karena kerjaan yang numpuk jadi ribet sendiri .. T_T
ReplyDeleteTapi saya tidak menyesal :)
DeleteSemoga monyet-monyet gak ada yang jadi korban kebakaran itu, Aamiin... #PrayForMonyet, :(
ReplyDeletekebakaranya gede juga ya, apa ulah manusia kah...
DeleteGandi: Aaaamiiiin... :)
DeleteGusti ajo Ramli: Entah. Tapi kalaupun bukan karena manusia, biasanya manusia juga ikut terlibat, sekalipun tidak secara langsung. Contohnya, buang puntung rokok sembarangan, tanpa mematikan terlebih dahulu. Ini biasanya yang paling sering jadi penyebab kebakaran di hutan.
mudah2an lain kali bisa lebih dekat lagi ya
ReplyDeleteBisa memijakkan kaki di tanah tertingginya, aamiin :)
Deletecoba deh gabung komunitas myqpala, mereka sering mengadakan acara naik gunung
ReplyDeleteanggotanya banyak yg mimpi ke rinjani, soalnya bosan naik gunung di jawa terus
Sudah tidak tertarik untuk bergabung dengan komunitas manapun mas. Komunitas yang dulu aja sekarang agak sulit mau aktif disana. :)
DeleteKarakteristik gunung di Jawa dengan di Luar jawa memang beda..
Perjalanan yang mantap.
ReplyDeleteSaya sendiri asli lombok, tepatnya Lombok Timur Kecamatan Terara.
Sayangnya saya juga belum sempat sampai puncak T_T
Saya sekarang domisili di Dompu, tapi belum kesana juga. Hehe.. *tosss
Deletekeren abizzz mba
ReplyDeleteMakasiii :)
Deletetidak memuncaki, tapi mengitari.... Whaow!!!
ReplyDeleteYeah... Whaoww bangettt... :D
Deleteaaaa.. saya pikir mbak arie ikut naik juga...
ReplyDeletesangat si sayangkan ya.. :)
sayapun punya mimpi yang sama, semoga bisa terealisasikan. aamiin~
enggak sayang, karena tanggungjawab menanti di kantor :D
Deleteaaamiiin,.. siapa tau kita bisa bareng ;)
kamuh, sellu sukses dah bikin ngiri.
ReplyDelete#sambil mikir, ane terakhir nae gunung dari taon kapan yah? ckckkck
nah kan, saya juga jadi mikir nih, terakhir naik gunung kapan yaa...??? :-/
DeleteOk, cerita-cerita tentang gunung selalu membuat saya kagum dan sekaligus iri. Kapan bisa muncak? Kapan bisa liat negeri di atas awan? Kapaaaaaaaaaan?
ReplyDeleteAjak-ajak dong kalo muncak *ngenes* hehehe..
Suatu saat pasti akan ada waktu dimana Mbak Rie dapat menginjakkan kaki di pelataran demi Anjani ;)
(Sumpah ini masih iri plus-plus, kapan bisa ke Indonesia Bagian Timur) Hahaha..
Suatu saat mbak, insyaAllah. Saya tunggu di Nusa Tenggara yaaa :D
DeleteAamiinn... :)
membayangkan berada di sana dgn suamiku ditemani cahaya bintang dan rembulan :)
ReplyDeletefoto fotonya keren !
Menyenangkan sekaliiii :D
DeleteSaya tetap dan lebih fokus di foto-foto nya . xixii
ReplyDeleteapalagi ada foto yang pake tekhnik light painting photograph ^^
Yang warna merah itu kah??? Bener bener gak sengajaaa :D
Deleteya ampun, berasa ikut kedinginan baca postingannya... Untuk lumayan bisa menghangatkan pas pake backpack ya
ReplyDeleteYeah,. Backpack semacam dewa penolong. Hihihi
DeletePostinganmu bikin galau beneran mae..
ReplyDeletepadahal udah deket banget yaaa :(
Anggap ini one step closer,.
DeleteDengan begitu nanti kalau sudah waktunya, bakal lebih berasa 'wah'nya. Kayak cerita Arjuno dulu, setelah planning tiga tahun baru bisa terlaksana :D
waw ada kebakaran. apa dibawah sana ada yang mencoba untuk memadamkannya dhek? hmm. eh tapi pas sampean foto dengan background kebakaran itu mau bikin kayak lighting slow motion? *apasih*. pokokya bikin bentuk dari cahaya. apa sih tu namanya?
ReplyDeleteSepertinya gak ada mas. dan kebakaran macam itu sudah sering terjadi, hampir di setiap musim kemarau.
DeleteItu namanya long exposure, atau 'slow shutter speed'... ehh,. gak tau ya bener ato gak. Hahaha
yaaa mimpi apa saya kesini pas bahas Rinjani? Gunung ini nih sebenarnya dah masuk schedule pendakian saya mbak, cuma sekarang kayaknya gak bisa lagi gara-gara waktu yang gak ada
ReplyDeleteHehehe... Selamat nyasarrr kesinii dan menikmati pemandangan Rinjani dari jauhhh :D
Deletebused foto kebakarannya menyeramkan sekali yah apalagi kayak begituan apakah nggak takut dengan yang begituan
ReplyDeleteBiasanya yang terbakar agak jauh dari jalur pendakian :)
Deletengeri juga liat foto kbkarannya y Mae...ckckck
ReplyDeleteNgeri apa sukak? *ehh
Deletehueee mendaki gunung yaa :o ? ke-ke-keren loh!
ReplyDeleteSaya gak ikut mendaki mbak :|
Deletesy liat foto yg kebakaran di bukit kok kayaknya rada ngeri ya..
ReplyDeleteMungkin karena belum pernah lihat sebelumya mbak :)
DeleteWow sudah sedekat itu tapi belum bisa mendaki, semoga besok2 bisa terlaksana ya mbak :)
ReplyDeleteTapi saya cukup menikmati perjalanannya :)
DeleteAssalamualikum.
ReplyDeletesalam kenal..
Permisi menyimak blognya Mbak,menarik dan bermanfaat.
secara saya jadi mau juga tuh ke Rinjani--kapan ya..?
wsslm-
Teman di Riyadh-KSA
Waalaikumsalam.
DeleteSalam kenal juga yaaa...
Mari dijadwalkan kalau memang ingin :)
speechless mae..
ReplyDeletesepertinya kita memang belum berjodoh dengannya tahun ini T^T
Lohhh lohh.. Yuni juga gak jadi pergi??? :-o
Delete*Pukpukpuk... Nah kan, mungkin memang kita harus berangkat bersama nihhh ;)
Mungkin kesempatan berikutnya bisa kepuncak lagi ^._.^
ReplyDeleteTernyata ramai juga yah mereka yang ingin mencapai puncaknya... Jadi teringat tentang kisah perjalanan ke Mahameru di Novel 5CM :)
Aamiin...
DeleteIya, ramai. Pas ada event-nya consina juga soalnya. Entah berapa ratus atau ribu yang naik hari itu :)
hahahahahaha...kirain ikut, ternyata cuma nganter. hihi
ReplyDeleteMas Fadhli puas banget ketawanyaaa :|
Deletecantiknyaaaaa...
ReplyDeletebelom pernah ke rinjani.
abisnya jauuuuh banget dari Sumbar.
xixixi
:o Siapa yang cantik?? Saya?? *plakkk
DeleteJauh dekat bukan masalah, buktinya saya yang sekarang sudah sangat dekat juga belum bisa :|
cuma 1 kata yg ingin kuucpkn, kereeennnn.. kapan yah bisa keliling2 juga? :)..
ReplyDeletemakasih banyak infonya gan
ReplyDelete