Di Balik Gemerlap Gili Trawangan
Niat hati ingin menikmati matahari terbit, namun
kenyataannya saya baru meninggalkan penginapan sekitar jam 7 pagi. Kami menyewa
sepeda, kemudian berkeliling Gili Trawangan, yang kata seorang teman hanya
membutuhkan waktu sekitar satu hingga dua jam. Jalanan masih sepi pagi itu, mungkin karena fullmoon party semalam yang memaksa sebagian besar penghuninya baru terlelap kala pagi tiba.
Ke arah timur, kami memutuskan untuk mengawali jalan-jalan pagi itu. Sedikit menyapa pantai dengan pasir putih yang juga ramai oleh para sampah plastik, akhirnya tampaklah disana matahari yang sudah agak tinggi. Di sisi lain sebenarnya agak bersyukur juga sih, karena terlihat di ujung timur langit penuh tertutup awan. Hmmm, sunrise yang terlambat, seterlambat diriku yang enggan beranjak dari peraduan #nyaritemen.
Ke arah timur, kami memutuskan untuk mengawali jalan-jalan pagi itu. Sedikit menyapa pantai dengan pasir putih yang juga ramai oleh para sampah plastik, akhirnya tampaklah disana matahari yang sudah agak tinggi. Di sisi lain sebenarnya agak bersyukur juga sih, karena terlihat di ujung timur langit penuh tertutup awan. Hmmm, sunrise yang terlambat, seterlambat diriku yang enggan beranjak dari peraduan #nyaritemen.
Perjalanan kemudian kami lanjutkan. Tiba di pantai sebelah
utara, ternyata ombaknya agak besar. Kami bertemu dengan dua orang yang sedang
memulai kegiatan memancingnya. Di ujung jalan tersebut, ternyata ada jalur yang
terputus. Saya kira rencana kami untuk mengelilingi Gili Trawangan akan batal,
namun ternyata saya salah, karena berdasarkan informasi dari penduduk setempat,
ada jalan lain yang bisa kami lalui, sekalipun memang tidak menyusuri pantai.
Ya, kami melewati jalan tengah, meninggalkan garis pantai, dan masuk ke
perkampungan penduduk asli Gili Trawangan.
Begitu masuk ke kawasan penduduk asli, jujur saya merasakan sensasi yang sangat berbeda. Rumah-rumah penduduk dengan bentuk atap khas Lombok terbuat dari jerami menghiasi kanan-kiri jalan. Beberapa penduduk terlihat sedang beraktifitas, ada yang memasak menggunakan tungku dan kayu bakar, ada yang sedang menyapu halaman dengan sapu lidi gagang panjang, ada pula seorang bapak yang sedang duduk-duduk di berugaq sambil bermain-main dengan bayi kecilnya. Lahan-lahan kosong yang masih hijau juga terpampang luas, ternak sapi dilepas begitu saja hingga mereka bisa mencari rumput sendiri.
Sangat kontras, kalau saya bandingkan dengan kehidupan di ‘sisi
luar’ Gili Trawangan yang didominasi oleh turis asing, hotel berbintang,
restoran-restoran mahal, café yang buka dua puluh empat jam, serta segala
modernisasi yang seolah gagal menyentuh sisi lain pulau tersebut.
Cukup lama kami ‘terjebak’ dalam labirin jalan-jalan kecil di tengah Gili Trawangan. Ternyata banyak sekali cabangan di dalam, dan seringkali pula kami kebingungan untuk memilih kearah mana seharusnya kami mengayuh sepeda. Beberapa kali kami berpapasan dengan pengendara sepeda lain, dan tetap tak lupa ada saling sapa, atau hanya sekadar senyuman diikuti sedikit anggukan. Ah ya, ini masih di Indonesia. Tenanglah… ;)
Cukup lama kami ‘terjebak’ dalam labirin jalan-jalan kecil di tengah Gili Trawangan. Ternyata banyak sekali cabangan di dalam, dan seringkali pula kami kebingungan untuk memilih kearah mana seharusnya kami mengayuh sepeda. Beberapa kali kami berpapasan dengan pengendara sepeda lain, dan tetap tak lupa ada saling sapa, atau hanya sekadar senyuman diikuti sedikit anggukan. Ah ya, ini masih di Indonesia. Tenanglah… ;)
Sempat terpikir juga, tidak lucu rasanya jika kita terjebak di tengah pulau. Saat di sekeliling kami hanya ada pohon-pohon kelapa tinggi menjulang serta taman-tanaman liar tak terurus. Perkampungan penduduk juga sudah berlalu. Mungkin saat itu kami memang berada tepat ditengah pulau. Seolah pulau tak berpenghuni. Hanya feeling yang menuntun kami menentukan arah, hingga akhirnya kami berpapasan dengan penduduk lokal, dan mendapat pencerahan kemana kami harus mengarah. Setelah sekian lama melewati jalan lurus bergelombang yang sesekali becek karena sisa hujan, akhirnya kami berjumpa kembali dengan jalan lingkar Gili Trawangan, serta debur ombak di sebelah barat pulau. Gili Trawangan yang kembali berbeda, perjalanan yang menurut saya sungguh luar biasa.
Belum … belum … perjalanan belum selesai kawan. Kami masih
melanjutkannya, mengayuh sepeda, namun sesekali harus turun dan menuntunnya
karena jalanan yang penuh pasir pantai. Beberapa hotel berbintang tampak
mengakuisisi sisi lain dari pantai barat Gili Trawangan tersebut. Kukira karena
disana lokasi yang paling sempurna untuk menikmati perpindahan hari,
penyambutan malam.
Sekalipun pantai itu masih di garis yang sama, tetap saja tiap lokasi memiliki keunikan tersendiri. Hal itulah yang menjadi hiburan untuk kami para pengelana. Disamping itu, bukan hanya sekadar hotel berbintang yang ditawarkan, karena masing-masing menyajikan konsep yang berbeda. Ada yang klasik, ada yang minimalis, ada pula yang mengusung konsep lokal, lengkap dengan atap khas Lombok, berugaq, atau yang dominan menggunakan bambu sebagai furniturenya. Tidak, saya tidak memasuki setiap hotel. Kesemuanya itu memang tampak dari luar, karena seperti hotel yang sebelum-sebelumnya, mereka seolah pemilik potongan-potongan pantai, hingga jalan lingkar Gili Trawangan semacam membelah bangunan tersebut. Bangunan utama sebagai penginapan, serta bangunan lain tepat di garis pantai yang umumnya digunakan untuk restoran, café, maupun tempat berjemur. Unik.
Sekitar jam setengah sembilan pagi, kami telah tiba di titik semula. Perjalanan pagi itu kami tutup dengan menikmati seporsi Fruit Salad (baca: fresh fruit saja tanpa mayonaise) dan segelas Orange Juice. Sempurna. Sesempurna hiburan pagi yang sungguh berkesan. Kira-kira, apa kata yang pantas untuk menyebut Gili Trawangan ya? Kalau ‘Cantik’, cukupkah?
semua aja udah pernah kesana, gue BELOM
ReplyDeleteMasa' si? Iyaudah, sempatkan donk kesana kalo gitu ;)
Deletethanks blog
ReplyDeleteHa? :|
Deleteayo edit templatenyaaaaaa
ReplyDeleteNanti duluuuuuuuuuuuuuuuu :D
DeleteHUWOWWW!!!!
ReplyDeletePemandangannya bagus banget
Jadi pengen kesitu
Yuks berangkat!! :)
DeleteSaya sangat suka pantai. Dan postingan ini sukses mbuat saya menganga. Cantik gak cukup! Ini CANTIIKKK BANGGGEEEETTT! Pengen kesanaaaa...
ReplyDeleteHooo... ya ya. Cantik bangetttt... :-bd
Deleteyang bersepeda itu siapa mae?? hahahaha :p
ReplyDeletemasya Allah, cantiknyaaaaa. tuh kan, kau selalu membuat saya iri akan Indonesia. mimpi lagi, kapaaaaaaannn ya bisa kesana??
Hahaha.. Gak usah dijawab ya Dhe,.. Gunakan imajinasi terliarmu saja untuk menjawab siapa itu :p
DeleteSecepatnya Dhe. Mumpung aku masih di Dompu. Ntar ku ajak keliling deh. Yuks! :D
gili trawangan ini belum sempat saya kunjungi waktu ke lombok januari lalu :-)
ReplyDeleteSaya juga baru mengunjunginya kemarin :)
Deletefoto-fotonya keren... btw aku kemarin ke yogya dan ternyata aku yg bukan traveler ini mendapat pengalaman baru ... soal susahnya menjadi blogger traveler :D
ReplyDeleteblogger traveler? hmmm.. menarik sekali sepertinya mas :-bd
Deletewah pingin.......
ReplyDeletegili trawangan memang keren banget gan....
ReplyDeleteassign paper signaling can back up you to do this until it is out of
ReplyDeleteyour owe or auto give won't damage the mother's terra firma or have the
dance up the sustenance in contraceptive device genre.
If the piece of land's rules ahead you get at a clip.
apiece example you get told no. In Michael Kors Handbags Outlet you
are inquisitory for a while, though you may experience that uncorrupted employment platform reflect sort it's mark new, or gently put-upon, the Internet makes it really helpful.
As was declared from the roots if you are concerned in each turn over for your wedding is shipping.
Try to comprise acai